Pesawat tempur tercanggih di era Perang Dunia II bisa dibilang ada pada Jerman dengan Focke-Wulf FW-190 dan Inggris lewat Supermarine MKs 24 Spitfire. Namun, keduanya tak memiliki kemampuan khusus untuk pertempuran malam hari, sebaik pesawat legendaris Amerika Serikat (AS), Douglas A-20 Havoc.
Disebut legendaris, sebab, bersama tiga orang kru pesawat tersebut jadi penerbangan pertama yang berhasil menembus badai dengan hembusan angin mencapai 230 km per jam, terbesar di zamannya. Bukan hanya itu, keberhasilan tersebut juga dilengkapi dengan sejumlah data-data ilmiah untuk modal pengembangan pesawat selajutnya.
Terlepas dari misi penelitian, kesuksesan Douglas A-20 Havoc melewati Badai Atlantik juga menunjukkan ketangguhan pesawat. Saking tangguhnya, pesawat yang juga disebut sebagai DB-7 ini ditugaskan untuk berbagai tugas penting selama masa Perang Dunia II, mulai misi pemboman, pesawat serang, penyusup malam, pesawat tempur malam, dan pesawat pengintai.
Dilansir militaryfactory.com, pesawat ini pertama kali dikembangkan pada Maret 1936. Pesawat yang dirancang untuk untuk memenuhi kebutuhan perang AS (khususnya untuk misi pemboman dan pertempuran malam hari) ini dibekali dengan sepasang mesin radial Pratt & Whitney R-985 Wasp Junior bertenaga 450 tenaga kuda.
Namun, kemampuan tersebut dirasa masih kurang. Karenanya, Douglas merilis DB-7B, versi pengembangan dari jenis sebelumnya, atas permintaan dari Korps Udara Angkatan Darat Amerika Serikat (USAAC) pada tahun 1937.
Pesawat DB-7B dibekali juga dengan mesin Pratt & Whitney R-1830-S3C3-G, namun dengan kemampuan 2x lipat mencapai 1.100 tenaga kuda. Kemampun terbang cepat kemudian juga didukung dengan kapasitas bom yang mampu diangkut sebesar 910 kg, cukup untuk menghancurkan satu markas musuh.
Pesawat yang mampu terbang sejauh 1,521 km di kecepatan 450 km per jam ini kemudian disempurnakan dengan keberadaan senapan mesin tunggal 7,5 mm MAC di punggung pesawat, serta enam senapan serupa di bagian depan. Belum lagi kemampuan terbang tinggi mencapai 3,000 m – 7,200 m (cukup tinggi untuk ukuran kala itu) serta kapasitas bahan bakar mencapai 2,560 liter, makin menambah keperkasaan pesawat dengan panjang 14 m serta tinggi 5 m dengan tiga kru ini.
Dengan sederet keistimewaan, Douglas A-20 Havoc juga dimanfaatkan oleh berbagai negara sekutu, termasuk Inggris, Uni Soviet, Perancis, Belanda, Australia, Kanda, dan Brazil. Banyaknya negara yang memakai jasa pesawat itu juga mendorong pengembangan demi pengembangan.
Hingga dinyatakan pensiun pada 1949, Douglas A-20 Havoc mempunyai setidaknya 23 varian, dengan masing-masing varian terdapat sedikit perubahan pada mesin, bentang sayap, senapan, bom, daya jelajah, kecepatan jelajah dan kecepatan maksimum, serta kemampuan mengangkut bom dan kapasitas bahan bakar yang lebih besar.
Baca juga: Hari Ini, 81 Tahun Lalu, Heinkel He 178 Nazi Jerman Pelopori Era Penerbangan Turbojet di Dunia
Dalam sebuah laporan kepada British Airplane and Armament Experimental Establishment (AAEE) di RAF Boscombe Down (fasilitas pengujian militer Inggris), pilot uji mengambil kesimpulan bahwa Douglas A-20 Havoc, “Tidak memiliki kelemahan dan sangat mudah lepas landas serta mendarat. Pesawat mewakili keunggulan yang pasti dalam desain kontrol terbang. Sangat menyenangkan untuk terbang dan bermanuver dengan pesawat ini.”
Di samping itu, pesawat juga digambarkan sebagai “Armada favorit para pilot karena kemampuan menjatuhkan bom dalam jumlah besar, pertempuran malam, serta tangguh di segala medan.”