Pasca Perang Dunia II berakhir, pesawat-pesawat bekas perang di seluruh dunia umumnya diperjualbelikan; tak terkecuali Avro Anson. Pesawat multirole bermesin ganda buatan Avro, Inggris, yang dimiliki oleh Paul H Keegan, warga negara Australia dan bekas penerbang RAF (Angkatan Udara Kerajaan Inggris) pada Perang Dunia II ini, dijual ke Republik Indonesia pada Desember 1947, sekitar setahun sebelum pesawat Dakota RI-001 Seulawah lahir.
Baca juga: PK-KKH, Sang Pendahulu N250 yang Lebih Awal Pamer Pesawat Indonesia di Eropa
Disarikan dari berbagai sumber, saat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berada di bawah tekanan Belanda pada Agresi Militer I, Wakil Presiden Mohammad Hatta kemudian mencari cara agar NKRI bisa keluar dari blokade. Kala itu, diputuskan, tak ada jalan lain menembus blokade kecuali lewat jalur udara. Dari situlah, ide membeli pesawat muncul.
Dalam tempo dua bulan, sekira 14 kg perak dan emas hasil sumbangan masyarakat Minang, mulai dari anting, kalung, gelang bahkan cincin kawin telah berpindah tangan ke Panitia Pusat Pengumpul Emas yang dibentuk Bung Hatta. Emas perhiasan tersebut kemudian dilebur dan dijadikan emas batangan. Emas batangan inilah yang kemudian dijadikan alat beli pesawat Avro Anson pada awal Desember 1947. Diketahui, Keegan setuju Avro Anson miliknya dilepas seharga 12 kg emas.
Usai beralih ke tangan NKRI dengan diantar langsung oleh Keegan dari Songkhla, Thailand Selatan ke lapangan udara Gadut, Bukittinggi, pesawat dengan kecepatan maksimum mencapai 303 km per jam dan jarak tempuh hingga 1.200 km yang pertama kali terbang pada 24 Maret 1935 ini kemudian dinamakan (nomor registrasi) RI-003 dengan kode registrasi VH-BBY.
Pesawat Avro Anson RI-003, yang belum lama ini viral setelah diungkap oleh politisi berdarah Minang, Fadli Zon, ini kemudian balik mengantarkan Keegan ke Songkhala pada 9 Desember 1947, dengan dipimpin oleh Opsir Udara I Iswahyudi sebagai pilot dan Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma sebagai navigator. Pesawat yang diproduksi sebanyak 11 ribu unit ini diterbangkan dari Gadut menuju Songkhla dengan transit di Pekanbaru guna mengisi bahan bakar.
Dikutip dari tni-au.mil.id, selain mengantarkan Keegan pulang, misi Avro Anson RI-003 dan beberapa delegasi yang menyertainya ialah untuk melakukan penjajakan lebih jauh tentang kemungkinan pembelian senjata dan pesawat untuk kemudian memasukan barang Singapura ke daerah RI menembus blokade Belanda.
Pada 14 Desember 1947, sesudah menyelesaikan tugas di Bangkok, pesawat berkapasitas dua kru dan empat penumpang ini kembali berangkat menuju Singapura. Namun nahas, dalam perjalanan pulang, pesawat yang belum genap dua pekan dinikmati NKRI ini tiba-tiba terjebak dalam cuaca buruk di daerah Perak, Malaysia. Pesawat Avro Anson RI-003 akhirnya diketahui jatuh di Pantai Tanjung Hantu Perak, Malaysia.
Laporan pertama tentang kecelakaan diterima oleh polisi Lumut Malaysia, dari dua orang warga Cina penebang kayu bernama Wong Fatt dan Wong Kwang pada sekitar pukul 16.30 tanggal 14 Desember 1947. Seorang petugas kepolisian berbangsa Inggris bernama Burras segera pergi ke tempat musibah. Baru pada pukul 18.00 ia tiba di lokasi kejadian. Ia tidak menemukan sesuatu, air sedang pasang naik.
Baca juga: Dari Bandung ke Paris, N250 Jadi Pesawat Buatan Asia Pertama yang Lakoni Ferry Flight Lintas Benua
Keesokan harinya, Kepala Polisi Lumut, bernama Che Wan dan seorang anggota polisi Inggris bernama Samson berangkat ke tempat kecelakaan dan tiba di tempat pukul 09.00.
Kepadanya kemudian dilaporkan tentang ditemukan sesosok jenazah yang mengapung beberapa ratus yards dari lokasi reruntuhan pesawat, yang oleh para nelayan setempat dibawa ke darat. Berdasarkan bukti yang ada dapat dipastikan bahwa jenazah ini adalah jenazah putra Madura, Halim Perdanakusuma. Sedangkan nasib pilot kelahiran Surabaya, Iswahyudi hingga saat ini jenazahnya tidak ditemukan.