Bagi Anda yang hendak bepergian menggunakan pesawat dan kebetulan tidak tersedia garbarata, berarti Anda akan turun ke apron dan diantar menuju pintu pesawat atau gate kedatangan menggunakan layanan shuttle bus yang sudah disediakan oleh pihak bandara.
Baca juga: Garuda Indonesia Gunakan Bus Listrik untuk Operasional Karyawan di Bandara Soekarno-Hatta
Tak cukup sampai di situ, bila diperhatikan lebih detail, shuttel busnya rata-rata dan hampir pasti berjenis low deck. Bagian dalamnya pun khas, lebih banyak tempat orang berdiri ketimbang duduk dan lebih banyak pintu dibanding bus pada umumnya. Mengapa demikian?
Dalam diskusi avgeek di Quora.com, banyak jawaban mengenai pertanyaan ini. Disebutkan, jenis bus low deck untuk layanan shuttle penumpang dan kru di tarmac atau apron bandara dipilih lantaran kemudahan penggunanya.
Penumpang dan kru yang menggunakan layanan shuttle bus low deck itu tanpa effort lebih untuk naik dan turun bus. Terlebih, kru dan penumpang juga sering membawa koper, tas, dan sebagainya dengan bobot yang beragam.
Andai layanan shuttle bus menggunakan bus reguler dengan ground clearance tinggi, pastinya akan menyulitkan mereka dan bukan tak mungkin bisa saja terjadi insiden kecil semisal terjatuh saat naik ataupun turun.
Selain itu, layanan shuttle bus low deck juga membuat arus keluar masuk penumpang dan kru juga lebih cepat, sehingga efektivitas layanan bandara, dalam hal ini mobilitas di tarmac, lebih tinggi dan tidak mengganggu unit kerja lainnya. Ini juga didukung dengan pintu dua sisi yang diadopsi shuttle bus di apron bandara.
Banyaknya penumpang pesawat yang mungkin dilayani shuttle bus ini juga didukung dengan desainnya yang mengarahkan penumpang lebih banyak berdiri dibanding duduk. Umumnya, shuttle bus di apron bandara bisa menampung 160 penumpang (146 berdiri dan 14 duduk), jauh dibanding bus reguler pada umumnya yang hanya menampung 50–60 atau lebih.
Akan tetapi, alasan lain yang paling menjadi fokus mengapa layanan shuttle bus apron bandara menggunakan jenis low deck adalah safety.
Baca juga: Global Solar Energy Rilis Shuttle Bus Bertenaga Surya Pertama di Bandara
Dengan dimensi sekecil itu dibanding bus reguler, kemungkinan bus menghujam sayap pesawat yang bernilai US$100 jutaan tentu semakin kecil. Walau tetap saja ada sayap pesawat yang bisa dijangkau atau masih mungkin ditabrak shuttle bus, tetapi, itu soal lain dan bisa dibilang beda kasus.
Secara kebutuhan, dipilihnya jenis low deck pada sebagai shuttle bus juga dipilih lantaran penumpang dan kru bandara atau maskapai yang menggunakan layanan itu tidak membutuhkan ruang kargo atau bagasi di bagian lambung bus, sebagaimana bus reguler.