Mustahil bagi penumpang pesawat melihat secara jelas bagian dalam kokpit selama dalam penerbangan. Tetapi, sebelum lepas landas, tepatnya sebelum pintu utama ditutup atau selama boarding, maskapai manapun pasti membiarkan pintu kokpit terbuka dan ini sudah menjadi prosedur standar sebuah penerbangan. Apa alasannya?
Baca juga: Bagaimana Cara Kerja Pintu Kokpit Cegah Pembajakan? Berikut Ulasannya
Sebelum peristiwa serangan 11 September 2001 atau lebih dikenal 9/11, produsen pesawat dunia telah berjuang membuat kokpit senyaman mungkin sebagai elemen pendukung kinerja kru. Namun, pasca serangan tersebut, perubahan drastis terjadi.
Tak hanya harus dalam keadaan tertutup, pintu kokpit juga diwajibkan harus dalam keadaan terkunci. Hal itu sebagai salah satu cara untuk mencegah atau mungkin memperlambat tindak terorisme terhadap kru kokpit.
Selang beberapa bulan, komponen pintu kemudian diperkuat dengan tambahan logam. Logam dinilai mampu menahan pintu dari serangan. Namun, setahun setelahnya atau pada 2002, seorang penumpang masih bisa menembus pintu kokpit dan meneror kru, sebelum akhirnya ia tewas setelah kepalanya dikapak oleh pilot.
Sadar peluang tindak kejahatan masih mengintai kru kokpit, regulator penerbangan sipil Amerika Serikat (FAA) akhirnya mendorong penggunaan pintu kokpit anti peluru, sebagai pelengkap aturan kokpit harus selalu dalam keadaan terkunci.
Selama bertahun-tahun, kebijakan pintu kokpit harus dalam keadaan terkunci serta kemampuan yang ditingkatkan, seperti anti peluru dan mampu menahan serangan, diklaim berhasil menurunkan tindak terorisme atau pembajakan pesawat.
Akan tetapi, berbeda dengan prosedur saat pesawat berada di udara, selama boarding, pintu kokpit justru dibiarkan terbuka tanpa ada kekhawatiran pembajakan oleh teroris. Lantas, kenapa pintu kokpit dibiarkan terbuka selama boarding dan meningkatkan peluang terjadinya pembajakan pesawat?
Dilansir Simple Flying, secara umum, pintu kokpit harus dalam keadaan terbuka sebelum pesawat lepas landas didasari kebutuhan pilot dan kopilot untuk keluar masuk kokpit, seperti mengecek prosedur boarding oleh kru kabin, berkomunikasi dengan teknisi, staf pengisian bahan bakar Avtur, serta petugas lainnya yang berkepentingan.
Sebelum pesawat beroperasi, teknisi melakukan serangkaian pemeriksaan vital. Karenanya, ia harus berkomunikasi dengan pilot dan kopilot sebelum akhirnya memberikan persetujuan laik terbang. Petugas pengisian bahan bakar akan memberikan semacam slip untuk mengkonfirmasi jumlah bahan bakar yang diisi.
Kru kabin juga harus berkomunikasi dengan pilot selama boarding sebelum menyerahkan daftar dan jumlah penumpang yang ada di dalam pesawat.
Manifes penumpang ini bahkan bisa saja terjadi perubahan di detik-detik akhir jelang keberangkatan mengingat ada saja penumpang yang telat, membatalkan penerbangan, pindah kelas penerbangan, dan lain sebagainya.
Baca juga: Kenapa Pintu Kokpit Harus dalam Keadaan Terkunci dan Anti Peluru? Berikut Ulasannya
Setelah pilot dan kopilot puas dengan berbagai informasi yang dibutuhkan dan setelah seluruh persiapan penerbangan rampung, mereka akan meminta kru kabin untuk menutup pintu pesawat, pushback, dan lepas landas atas izin dari petugas ATC.
Selama dalam penerbangan, pintu kokpit hampir pasti lebih banyak dalam keadaan tertutup. Meski begitu, ada kalanya pintu kokpit dibuka, seperti pergantian shift pilot saat dalam penerbangan jarak jauh, pilot atau kopilot pergi ke toilet, menyantap makanan atau minuman, dan lain sebagainya. Ini juga melalui prosedur yang ketat untuk mencegah tindak terorisme.