Mayoritas kecelakaan terjadi saat lepas landas dan tak lama setelahnya serta ketika mendarat. Lebih detail lagi, kecelakaan pesawat lebih sering terjadi saat proses lepas landas. Itu kenapa proses lepas landas terkadang menegangkan, terlebih saat pesawat tiba-tiba berhenti saat sudah memacu kecepatan penuh. Lantas, kenapa pesawat tiba-tiba batal lepas landas? Kenapa tidak dari sebelumnya?
Baca juga: Kenapa Pesawat Sering Berhenti di Ujung Landasan Sebelum Lepas Landas?
Pilot membatalkan lepas landas atau rejected takeoff ialah kondisi dimana pilot membatalkan lepas landas saat pesawat belum mencapai kecepatan yang dibutuhkan untuk mengudara atau V1. Itu berarti, ketika reject takeoff atau rejected takeoff diambil, secara teori, pesawat harusnya sudah diprediksi masih cukup waktu untuk berhenti sebelum ujung runway.
Menurut Skybrary, rejected takeoff bisa dikategorikan pesawat sedang dalam posisi kecepatan rendah maupun kecepatan tinggi. Produsen pesawat umumnya mengartikan transisi pada dua kategori ini (kecepatan rendah maupun tinggi) antara kecepatan 80 dan 100 knot.
Sebelum dioperasikan, produsen juga diwajibkan melakukan uji rejected takeoff pada pesawat baru, seperti yang dilakukan Boeing bersama 777X pada Maret 2020 lalu.
Selaku produsen pesawat, Boeing sendiri menjelaskan, alasan pilot menolak lepas landas didorong oleh setidaknya lima hal. Kelimanya tak dapat ditolelir dan sangat berisiko membahayakan penerbangan.
“Lepas landas dapat ditolak karena berbagai alasan, termasuk kerusakan mesin, indikator atau alarm peringatan lepas landas, arahan dari kontrol lalu lintas udara (ATC), ban pecah, atau peringatan sistem.”
Dari lima alasan pilot membatalkan lepas landas, kemudian muncul pertanyaan lanjutan, kenapa pilot tidak membatalkan lepas landas sebelum pesawat ngebut di runway?
Baca juga: Mendadak Belok Saat Ngebut di Runway, Pesawat Tibet Airlines Terbakar
Menurut pengguna Quora yang juga pilot berlisensi, Trent Hopkinson, saat di apron atau saat taxiing di taxiway, pesawat menempuh kecepatan rendah. Di sini, indikasi kerusakan mesin dan indikator atau alarm peringatan lepas landas, termasuk juga peringatan sistem mungkin belum terdeteksi. Ban pecah juga kecil kemungkinan terjadi saat taxiing.
Barulah saat pesawat sudah mengambil posisi di ujung runway sebelum akhirnya melesat dengan kecepatan tinggi, di situ kerusakan mesin, peringatan sistem, indikator tanda bahaya, ban pecah, dan segalanya akan nampak dan memungkinkan. Sehingga, saat ini terjadi, hal yang bisa dilakukan hanyalah membatalkan lepas landas.
Kendati demikian, andaipun pesawat tetap melanjutkan penerbangan ketika dalam salah satu dari kelima kondisi itu, sebetulnya tak ada masalah dan pesawat dapat melanjutkan perjalanan serta mendarat dengan selamat.
“Faktanya, sekitar 55 persen dari (rejected takeoff), hasilnya mungkin pendaratan yang lancar jika lepas landas dilanjutkan,” jelas Boeing.
Rejected takeoff sangat jarang terjadi. Tahun lalu, rejected takeoff setidaknya terjadi kurang dari 10 kasus. Pada Januari di tahun tersebut, pesawat Airbus A320 LATAM dikabarkan batal lepas landas di Sao Paolo akibat kerusakan mesin saat di kecepatan 20 knot.
Baca juga: Ternyata, Pesawat Tak Selalu Ngebut di Runway untuk Bisa Terbang, Ini Alasannya
Pertengahan Maret, pesawat kargo Airbus A300 Transcarga International Airways memutuskan batal atau menolak lepas landas akibat kerusakan mesin yang tidak terkendali di Bogotá, Kolombia.
Tahun ini, rejected takeoff terakhir terjadi pada 18 November lalu pada pesawat Airbus A320-200N LATAM Chile. Ketika itu, pesawat sudah menempuh kecepatan 125 knot atau sekitar 231 km per jam di runway, tiba-tiba truk pemadam kebakaran melintas secara diagonal memotong jalur. Meski sudah ngerem, tapi tabrakan tetap tak terhindarkan.