Pertanyaan dalam judul artikel ini berkaitan dengan konsep “ius soli” (hak tanah) dalam hukum kewarganegaraan. Ius soli adalah prinsip hukum yang menyatakan bahwa seseorang memiliki hak untuk mendapatkan kewarganegaraan dari negara tempat mereka lahir. Namun, penerapan ius soli bisa bervariasi tergantung pada yurisdiksi hukum negara yang bersangkutan.
Baca juga: Melahirkan di Dalam Pesawat, Antara Jaminan Terbang Gratis dan Isu Kewarganegaraan
Dari forum quora.com, dalam konteks lahir di atas pesawat, ada istilah “jus soli aeris” yang mengacu pada hak kewarganegaraan yang diberikan kepada individu yang lahir di atas pesawat yang berada dalam wilayah udara suatu negara. Namun, peraturan tentang ius soli aeris juga berbeda-beda antara negara-negara.
Sebagai contoh, dalam hukum Amerika Serikat, prinsip ius soli diterapkan secara luas. Seorang bayi yang lahir di pesawat yang sedang berada dalam wilayah udara AS akan dianggap sebagai warga negara AS. Namun, ini tidak berlaku jika pesawat tersebut hanya berada di wilayah udara internasional tanpa melewati wilayah udara negara manapun.
Di sisi lain, beberapa negara mungkin memiliki batasan atau persyaratan tambahan terkait dengan pemberian kewarganegaraan berdasarkan lahir di pesawat. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami peraturan khusus dari negara yang bersangkutan untuk mengetahui status kewarganegaraan seorang bayi yang lahir di atas pesawat.
Dalam kasus di mana bayi lahir di perairan internasional atau di wilayah tanpa hak teritorial, pendaftaran kewarganegaraan pesawat mungkin ikut berperan. Semua pesawat diberi kewarganegaraan negara tempat mereka terdaftar, di mana pun lepas landas dan mendarat. Namun, aturan ini, yang berakar pada Konvensi PBB tentang Convention on the Reduction of Statelessness agreement, hanya berlaku jika anak itu dinyatakan tidak berkewarganegaraan.
Terlepas dari kerangka hukum yang rumit, kelahiran di tengah penerbangan sangat jarang terjadi. Sebagian besar maskapai memiliki peraturan yang melarang wanita hamil untuk terbang selama trimester ketiga, membuat kelahiran dalam penerbangan menjadi tidak biasa, meskipun beberapa tidak memiliki batasan tersebut.
Beberapa maskapai bahkan melacak jumlah bayi yang lahir dalam penerbangan mereka karena kelangkaannya. Meskipun hanya sekitar 75 kelahiran dalam penerbangan yang tercatat selama abad terakhir dalam sejarah penerbangan, masalah penentuan kewarganegaraan bayi tersebut tetap relevan, karena hal itu kadang-kadang terjadi.
Selama September 2021, misalnya, seorang penumpang yang berasal dari Maroko melahirkan seorang anak saat berada di dalam penerbangan Turkish Airlines yang sedang dalam perjalanan antara Istanbul dan Chicago. Pada Juli 2019 sebelumnya, kelahiran kembali terjadi dalam penerbangan dari Doha ke Beirut. Penerbangan ini harus dialihkan ke Kuwait untuk memastikan perhatian medis segera bagi ibu dan bayi baru lahir. Selain itu, di tengah upaya evakuasi AS dari Afghanistan pada tahun 2021, seorang pengungsi Afghanistan melahirkan di atas pesawat angkut militer C-17 Globemaster.
Dalam kasus di atas, kewarganegaraan untuk bayi tetap menjadi milik orang tua. Bayi yang dilahirkan dengan angkutan C-17 yang berangkat dari Kabul, misalnya, memiliki kewarganegaraan Afghanistan, seperti halnya orang tuanya.
Baca juga: Super Tega! Wanita Malagasi Melahirkan dan Membuang Bayi di Toilet Pesawat
Hal tersebut karena kelahiran tidak terjadi di tanah AS, serta karena Departemen Luar Negeri AS tidak menganggap pesawat yang terdaftar di AS sebagai perpanjangan wilayah AS. Oleh karena itu, seorang anak yang lahir di pesawat semacam itu saat berada di luar wilayah udara AS tidak memperoleh kewarganegaraan AS hanya berdasarkan tempat lahir.