Banyak istilah yang digunakan di kalangan awak bus antarkota antar provinsi (AKAP), salah satunya adalah “kandang macan”. Istilah itu merujuk pada tempat istirahat pengemudi yang biasanya terletak di bagian belakang bus. Tidak ada jawaban pasti mengapa “kandang macan” digunakan untuk menyebut tempat istirahat pengemudi.
Baca juga: Bus AKAP Bakal Terapkan Pola Komuter, Naik dan Turunkan Penumpang di Terminal Tengah Kota
Setiap pengemudi punya jawaban masing-masing atau malah tak tahu menahu soal itu. Suyanto, pengemudi bus AKAP jurusan Jakarta-Wonogiri mengatakan bahwa istilah itu awalnya digunakan untuk menakut-nakuti anak kecil yang menangis. Tujuannya, tentu saja agar pengemudi yang sedang beristirahat tidak terganggu dengan tangisan si bocah.
“Istilahnya kenapa bisa begitu aslinya kurang paham. Tetapi dulu itu dipakai buat mendiamkan penumpang anak kecil yang nangis atau berisik. Jangan nangis le, nduk ada kandang macan di belakang, nanti macannya bangun,” katanya ketika diwawancarai tim KabarPenumpang.com.
Ada benarnya, membangunkan seseorang yang sedang tertidur apalagi usai lelah bekerja sama saja membangunkan macan tidur. Tetapi ternyata ada alasan lain yang jauh berbeda dari penjelasan Suyanto.
Yusup, pengemudi bus AKAP yang jauh lebih senior dari Suyanto menyebut istilah itu muncul lantaran di bagian belakang bus kerap diberikan teralis atau jeruji besi. Tujuannya agar barang bawaan penumpang atau paket yang diletakkan di belakang tidak jatuh ketika bus bermanuver.
“Tahun 90-an awal, waktu model Banteng GMM [German Motor Manufacturing] ngetren di belakang suka ditambahin teralis. Biar barang enggak jatuh tetapi sama kita-kita kalau nggak ada barang suka dipakai tidur, tidur kaki ngelipat,” tuturnya.
Karena teralis itulah maka istilah “kandang macan” akhirnya muncul. Pengemudi diibaratkan seekor macan yang dikurung dalam kandang di kebun binatang. Lantas, mengapa kaki Yusup dilipat saat tidur di “kandang macan” pada masa itu? Sebab, di bus yang diproduksi sebelum pertengahan 1990-an atau awal 2000-an toilet masih menempel ke kaca belakang bus.
“Dulu toiletnya di kanan, masih nempel sampai kaca belakang. Kalau sekarang kan dikasih sela-sela gitu. Bisa buat ngelurusin kaki seenggaknya kalau yang sasisnya enggak panjang,” ungkapnya.
Apabila ingin meluruskan kaki, mau tidak mau Yusup dar rekan-rekan sejawatnya harus tidur beralaskan tikar atau kasur lipat di lantai. Tentunya jauh dari kata nyaman karena dia kerap dilangkahi oleh penumpang atau rekannya yang ingin buang hajat ke toilet.
Seiring berjalannya waktu, “kandang macan” menjadi jauh lebih manusiawi. Bahkan, pada sasis dengan julur belakang panjang seperti Hino RG ukurannya bisa sangat luas dan digunakan dua orang sekaligus. Walaupun demikian, “kandang macan” yang berada di bagian belakang tetaplah berisiko. Siapapun yang tertidur di sana berpeluang meregang nyawa atau setidaknya “mandi kaca” ketika bus ditabrak dari belakang.Untuk mengatasi hal itu, beberapa karoseri melakukan rekayasa teknik. “Kandang macan” ditempatkan di depan bawah. Dibuat menyerupai lorong di antara roda depan kiri dan kanan.
“Kandang macan” dengan model tersebut banyak digunakan oleh bus yang mengadopsi model Super High Deck atau Ultra High Deck.
Baca juga: Bus AKAP Sulawesi Lebih Banyak Gunakan Sasis Tenaga Besar
Nyaman? Tentu saja nyaman karena jauh lebih minim guncangan dibandingkan dengan “kandang macan” di bagian belakang yang memanfaatkan ruang sisa di atas mesin. Bagaimana dengan bus tingkat atau double decker? “Kandang macan” bus tingkat berada di bagian belakang seperti “kandang macan” model lama. Tetapi pada beberapa bus yang tak menyediakan sleeper seat terbatas pengemudi bisa tidur di ruang kosong di atas ban depan, kiri maupun kanan. [Bisma Satria]