Sebelum ditemukannya moda transportasi udara seperti pesawat, dahulu manusia bepergian menjelajah daerah-daerah baru dan terpencil dengan menggunakan kapal laut atau perahu. Seiring berjalannya waktu, khususnya setelah pesawat terbang ditemukan, perlahan tapi pasti moda transportasi laut mulai dinomorduakan. Alasannya, tentu saja waktu.
Baca juga: Berdasarkan Luas Lahan,10 Bandara Ini Jadi Yang Terbesar di Dunia
Moda transportasi udara menjanjikan waktu tempuh yang lebih singkat ketimbang moda laut. Tak heran, berbagai wilayah di dunia, khususnya wilayah kepulauan, tak mau ketinggalan untuk memfasilitasi penerbangan agar bisa mampir di tanah kekuasaan mereka, yakni dengan membangun bandara.
Indonesia, misalnya, transportasi udara di Bumi Pertiwi yang merupakan negara kepulauan tentu memiliki peran penting dalam menghubungkan antar wilayah yang terpisah oleh laut dan pulau. Hadirnya transportasi udara tidak hanya menghubungkan dan membuka konektivitas saja, tetapi juga turut mendorong pergerakan ekonomi daerah tersebut.
Sebagai negara kepulauan, tentu Indonesia memiliki banyak bandara dengan berbagai panjang runway. Tidak sedikit bandara di Indonesia yang memiliki panjang runway tidak sampai 1.000 meter. Bahkan, Bandara Kiwirok di Kabupaten Bintang, Papua, hanya memiliki runway 600 meter dengan kontur bergelombang dan berbelok sehingga hanya bisa didarati oleh pesawat berukuran kecil saja serta tidak bisa banyak mengangkut penumpang. Tapi ternyata, runway yang dimiliki oleh salah satu bandara di Indonesia tersebut bukanlah bandara terkecil dengan runway terpendek yang ada di dunia.
Dihimpun KabarPenumpang.com dari berbagai sumber, rekor bandara terkecil yang ada di dunia dipegang oleh Saba Airport. Bandara yang memiliki nama resmi Juancho E. Yrausquin ini terletak di Pulau Saba, pulau terkecil di kepualuan Karibia, wilayah kolonial Belanda yang dioperasikan oleh Winair, sebuah maskapai milik pemerintah yang bermarkas di Sint Marteen.
Selain predikatnya sebagai bandara terkecil di dunia, bandara Juancho E. Yrausquin ini juga merupakan bandara dengan runway terpendek di dunia, yaitu hanya 400 meter. Pada kedua ujung landasan pacu bandara ini terdapat jurang atau tebing terjal yang langsung menghadap ke lautan lepas nan luas serta bukit menjulang pada salah satu sisi bandara ini.
Oleh karena itu bandara ini juga diklaim sebagai salah satu bandara paling bahaya di dunia. Tak cukup sampai di situ, di ujung landasan pacu ini juga terdapat huruf X besar yang merupakan tanda larangan bagi pesawat sipil komersial berbadan besar agar tidak mendaratkan pesawatnya di bandara tersebut, kecuali dalam keadaan darurat.
Dikarenakan landas pacunya berukuran kecil, jadi pesawat jenis jet tidak dapat mendarat di sini, hanyalah pesawat kecil berkapasitas sedikit dengan jenis DHC-6, BN-2, dan helikopter, seperti maskapai Twin Otter dan BN-2 Islander yang biasa mendarat di bandara Juancho E. Yrausquin. Fisik bangunan dari bandara ini juga terbilang cukup minimalis, semua perangkat yang berhubungan dengan penerbangan di sini bisa Anda temui di dalam gedung yang tampak seperti rumah ini.
Baca juga: Bak Kuburan, Inilah 8 Penampakan Sepinya Bandara di Dunia Akibat Virus Corona
Bandara ini pertama kali dibangun oleh Remy de Haenen pada tahun 1946. De Haenen yang juga dikenal sebagai orang yang memperkenalkan Dewan Perekonomian di Saba melakukan observasi melalui udara di sekitaran lokasi bandara dan selang beberapa minggu, setelah melakukan beberapa pertimbangan, lahan kosong yang dinilai cocok untuk dijadikan landas pacu pun dibersihkan dan ditinggikan. Sebagai orang yang memprakarsai pembuatan bandara, De Haenen lantas melakukan uji coba dengan melakukan pendaratan pertama pada 9 Februari 1959.
Pada tahun 1998, bandara Juancho E. Yrausquin pernah dibuat luluh lantak akibat sapuan dari badai Georges, dan mengalami pembaharuan. 4 tahun berselang, sebuah gedung baru selesai dibangun dan didedikasikan pada De Haenen. Hingga kini, bandara tersebut masih aktif melayani penerbangan dari dan menuju bandara Juancho E. Yrausquin. Salah satu rute penerbangan dari sini adalah menuju Sint Marteen yang hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai di tujuan.