Melintasi dengan kereta api jarak jauh atau KRL menuju ke Bekasi atau Cikarang pastinya akan melintasi sebuah jembatan baik yang lama maupun yang baru. Seperti contohnya jembatan ini yang berada di atas Kali Bekasi yang memiliki kedalaman sekitar 15 meter.
Baca juga: Mulai 19 Juni 2018, KA Bandara Soetta Berangkat dari Stasiun Bekasi
KabarPenumpang.com merangkum dari berbagai laman sumber, Jembatan Bekasi yang lama memiliki panjang 70 meter dan dinamakan seperti itu oleh masyarakat karena berada di atas Kali Bekasi yang membelah kota tersebut. Jembatan ini terletak diantara Stasiun Bekasi dan Tambun.
Resmi beroperasi untuk pertama kalinya pada 14 Agustus 1890 ketika Batavia Ooster Stoomtram Maatscapphij (BOS) meresmikan jalur yang menghubungkan Stasiun Bekasi dengan Stasiun Gunung Gede yang kini bernama Stasiun Cikarang. Jembatan ini pertama kali dibangun oleh perusahaan kereta api swasta zaman Belanda yakni BOS.
Setelah beroperasi, jembatan ini delapan tahun kemudian tepatnya 1898 diperbaiki untuk pertama kali dan pada 1921 juga mengalami perbaikan untuk kedua kalinya. Jembatan Bekasi diperbaiki setelah perusahaan kereta api BOS diambil alih oleh perusahaan kereta api negara Staatsspoorwegen.
Kini Jembatan Bekasi lama menjadi bangunan cagar budaya dan menjadi aset Daerah operasional (Daop) 1 Jakarta. Bahkan meski masih beroperasi, tepat disebelah Jembatan Bekasi yang lama dibangun jembatan kereta baru dengan konstruksi baja untuk mendukung jalur double track dari Manggarai menuju ke Cikarang.
Jembatan Bekasi lama saat ini disebut dengan BH 134 dan sering digunakan sebagai obyek foto bagi para penggemar kereta. Tak hanya itu, melihat kereta melintas di jembatan ini juga menjadi salah satu tontonan menarik bagi warga sekitarnya.
Jembatan Bekasi ini termasuk jembatan dengan tipe Lalu Lintas Bawah yang masih menggunakan rangka baja. Bahkan pada masa penjajahan tepatnya pada 19 Oktober 1945 ada tragedi sejarah di Stasiun dan Kali Bekasi dekat dengan jembatan.
Pada saat itu setelah Kemerdekaan Indonesia, Letnan Dua Zakaria Burhanuddin mendapat instruksi penting dari Jakarta diharapkan membiarkan kereta api yang memuat 90 anggota Kaigun (angkatan laut Jepang) untuk melintas di Stasiun Bekasi. Namun, hal itu tidak pernah terjadi dan memerintahkan Kepala Stasiun Bekasi mengalihkan perlintasan kereta tersebut ke jalur dua yang merupakan jalur buntu. Kereta yang mengangkut sembilan gerbong tersebut berhenti untuk pemeriksaan.
Di tengah pemeriksaan, tiba-tiba seorang prajurit Kaigun melepaskan tembakan pistol dari arah salah satu gerbong tersebut. Tembakan itu ibarat komando bagi massa rakyat dan pejuang untuk menyerbu. Maka tumpah ruahlah ratusan orang memasuki kereta api itu dengan membawa berbagai macam senjata.
Setelah melalui pertempuran kecil, beberapa menit kemudian, massa berhasil menguasai kereta api. Mereka merampas barang-barang yang ada di dalamnya (termasuk ratusan pucuk senjata) dan memasukan 90 tawanan berkebangsaan Jepang itu ke sebuah sel yang berada di belakang gedung Stasiun Bekasi.
Baca juga: Jembatan Kereta Bukit Duri, Klasik Dan Terlupakan
Empat jam kemudian, tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Komandan Resimen V TKR Mayor Sambas, massa rakyat dan pejuang lantas menggiring para tawanan perang itu ke tepian Kali Bekasi. Satu persatu, serdadu malang itu disembelih dan mayatnya dihanyutkan ke dalam sungai. Kali Bekasi sampai berwarna merah karena darah yang keluar dari tubuh para serdadu Jepang itu.