Meski pamornya sangat tersohor di dunia, debut Boeing 707 nyaris terlupakan dalam kelompok pesawat jarak jauh legendaris di Indonesia. Publik di Tanah Air umumnya lebih mahfum dengan keberadaan DC-10 30 dan Boeing 747-200 yang dioperasikan oleh Garuda Indonesia di dekade 80-an. Tapi faktanya, walau dioperasikan dalam waktu yang singkat, pesawat jet bermesin empat ini sempat digunakan oleh Garuda Indonesia, Merpati Nusantara Airlines, Bouraq Airlines, Pelita Air Service, dan TNI AU sebagai pesawat angkut VIP (Kepresidenan).
Baca juga: DC-10 30, Kenangan Pesawat Trijet Jarak Jauh di Era Keemasan Garuda Indonesia
Bila saat ini label pesawat penumpang jarak jauh identik dengan wide body (berbadan lebar), maka jangan keliru dengan Boeing 707, meski masuk dalam kelompok pesawat penumpang jarak jauh (dapat terbang sejauh 10.650 km dengan bahan bahar maksimum), pesawat yang prototipe perdananya diluncurkan perdana pada 1954 ini termasuk narrow body, atau pesawat penumpang dengan lorong tunggal, atau serupa dengan kelas pesawat penumpang jarak sedang Boeing 737 atau Airbus A320.
Dari spesifikasi, Boeing 707 yang diawaki 3 orang (pilot, kopilot dan navigator). Boeing 707 punya panjang badan 46,61 meter, panjang rentang sayap 44,42 meter dan tinggi 12,93 meter yang digerakkan oleh 4 mesin EA Pratt & Whitney JT 3D-7 yang mampu melakukan terbang non-stop selama 12,5 jam dengan kecepatan maksimum 890 km per jam.
Hingga 1979, produksi Boeing 707 telah menembus angka 1.010 unit. Meski pamornya sebagai pesawat komersial sudah surut, tapi cita rasa pesawat ini terus lestari hingga kini, tercatat platform Boeing 707 hadir pada versi VIP C-137 Stratoliner untuk USAF, versi VC-137 untuk kepresidenan AS Air Force One. Bahkan juga di wujudkan dalam varian tanker KC-135 Stratotanker dan E-3 Sentry AWACS. Berikut kutipan jejak Boeing 707 dari blog anggerabiyyu.blogspot.jp.
1. Merpati Nusantara Airlines (MNA)
Awalnya dimiliki Qantas dengan registrasi VH-EBL. Merpati Nusantara Airlines menyewa B707-138B dari Boeing via Comercial Air Transport Sales dan diberi nama “Princess of Bali,” dengan registrasi N107BN pada 15 Juli 1976. MNA kemudian menggunakannya untuk charter di hari Minggu dengan rute Denpasar-Los Angeles, via Biak, Guam, Honolulu, selama 3 tahun. Pernah juga melayani charter rute Denpasar-Manila, serta penerbangan Haji. Kemudian pesawat ini dibeli pada Mei 1979 dan diberi registrasi Indonesia PK-MBA. Pesawat ini dipensiunkan Oktober 1980 dan dibeli Omega Air tahun 1986 kemudian di-scrap awal 1990-an.
2. Merpati Nusantara Airlines Cargo
Merpati pernah juga mengoperasikan B707 varian kargo pada 31 Agustus 1994. Pemilik pertamanya American Airlines dengan registrasi N8404 sampai tahun 1968. Sempat berganti kepemilikan sampai diambil alih oleh perusahaan leasing Bulgaria dan diberi registrasi LZ-FEB. Bisnis kargo via udara yang booming era 90-an menarik Merpati untuk terjun di bisnis ini, bahkan di badan pesawat tertulis “The International Air Freighter Of Indonesia” serta di hidung pesawat ditulis “Borobudur” serta di ekor pesawat sudah terpampang logo Merpati. Sayang, pesawat ini hanya beroperasi sebentar, bahkan mungkin batal dioperasikan. Pesawat ini diambil alih oleh Azerbajian Airlines Cargo pada 5 April 1996 dan diberi registrasi 4K-401. Pesawat ini tidak bertahan lama, karena 7 bulan kemudian crash di Baku, Azerbaijan.
3. Bouraq Indonesia Airlines
Masih berversi sama dengan Merpati, yakni B707-138B, pemilik awalnya juga Qantas. Sejak pensiun 1968, sempat berganti kepemilikan dan kemudian berakhir di perusahaan leasing Pan Ayer, dan kemudian disewa Bouraq pada November 1978 sebagai pengguna terkahir. Maksud awal Bouraq adalah untuk mendapat kontrak dalam penerbangan haji, namun gagal. Bouraq kemudian menggunakannya sebagai penerbangan charter tapi tak lama kemudian diberhentikan, dikembalikan, dan berakhir di-scrap di Aircraft Storage Marana, Arizona.
Baca juga: DC-9 Garuda Indonesia, Andalan Penerbangan Jet Domestik Era 80-an
4. Pelita Air Service
Pelita Air Service membeli B707-3M1C pada 25 April 1975. Akhiran C pada versi ini artinya Convertible, yakni bisa diubah menjadi freighter. Pesawat ini sering berganti kepemilikan. Pernah disewakan kepada Sempati Air untuk penerbangan charter dengan rute Jakarta-Denpasar-Tokyo sampai 1979. Kemudian dioperasikan oleh Pelita untuk penerbangan charter.
Garuda Indonesia juga sempat menggunakannya dan kemudian diregistrasi PK-GAU pada akhir 1989. Pernah pula disewa PMI untuk mengirimkan bantuan ke Iran yang mengalami bencana gempa bumi tahun 1988. PK-PJQ kemudian dihibahkan ke TNI-AU pada Januari 1990. Sebelumnya, TNI-AU sudah mengoperasikan pesawat ini melalui cara menyewa sejak 1980-an, untuk keperluan angkut special Skadron Udara 17, serta berperan besar dalam Operasi Babut Mabur, yakni operasi klandestin pengiriman bantuan berupa senjata kepada gerilyawan Mujahidin Afghanistan.
Di era Presiden Abdulrahman Wahid (Gus Dur), Boeing 707 TNI AU sempat diperankan sebagai pesawat angkut Kepresidenan. Namun di tahun 2003 pesawat ini dinyatakan tidak operasional, dan 2005 pesawat ini dijual ke Omega Air untuk di scrap.