Jauh sebelum kecelakaan pesawat Boeing 737-500 PK-CLC Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ-182 terjadi, Boeing sudah memperingatkan adanya korosi di seluruh pesawat Boeing 737 all-series. Korosi yang diklaim bisa menyebabkan kegalalan kedua mesin pesawat itu timbul akibat pesawat terlalu lama digrounded.
Baca juga: Deretan Kisah Penumpang Sriwijaya Air SJ-182 Selamat dari Kecelakaan Maut, Bikin Nangis!
Peringatan itu datang menyusul adanya empat temuan kerusakan pada katup pemeriksaan udara di pesawat Boeing 737 NG (seri 600 hingga 900) dan klasik (seri 737-300 hingga 737-500), dari 2.000 unit yang diperiksa, pasca lama digrounded maskapai oleh Regulator Penerbangan Sipil AS (FAA). FAA mengungkapkan bahwa kerusakan tersebut dapat menyebabkan stall pada kompresor dan kedua mesin kehilangan tenaga tanpa bisa di-restrart.
Oleh karenanya, Boeing menyarankan agar maskapai-maskapai di dunia, “Mengecek seluruh pesawat yang digrounded atau jarang digunakan karena sepinya penerbangan selama pandemi Covid-19 (terutama pada) katup (pemeriksaan udara) yang lebih rentan terhadap korosi (berkarat),” jelasnya pada pertengahan tahun lalu, seperti dikutip dari Global News.
Lebih lanjut, Boeing menekankan bahwa pesawat-pesawat 737 NG dan klasik yang dimaksud tak melulu harus digrounded dalam rentang waktu cukup lama untuk kembali diperiksa, melainkan sekurang-kurangnya tujuh hari atau lebih secara berturut-turut. Sesuatu yang sudah pasti dialami seluruh operator Boeing 737 NG dan klasik, termasuk Sriwijaya Air.
Menurut Cirium, sebuah perusahaan riset terkait industri di dunia penerbangan, mencatat lebih dari 17 ribu pesawat nganggur di seluruh dunia atau yang terendah sejak 26 tahun. Dari jumlah tersebut, Cirium mencatat ada sekitar 1.087 unit lebih pesawat 737 NG dan klasik di akhir Maret. Angka tersebut sudah pasti bakal melonjak bila dilihat dari data terbaru sebelum industri penerbangan kembali bergairah.
Dalam kondisi menganggur sekalipun, pesawat memang tetap harus mendapat perawatan agar pesawat siap beroperasi ketika digunakan, seperti pengecekan pada sistem hidrolik, sistem avionik pesawat, sistem pendingin udara, mesin, ban, komponen elektronik yang jumlahnya begitu banyak dalam sebuah pesawat, dan bagian-bagian lainnya.
Selain mesin serta bagian lain pesawat yang terdapat lubang, termasuk ban pesawat pun juga ditutup dengan kain, plastik, atau media lainnya. Interior pesawat juga tak luput dari perhatian. Selama pesawat digrounded, seluruh kaca pesawat ditutup dengan tirai. Fungsinya, akan sinar matahari tak masuk ke dalam dan membuat bagian dalam menjadi lembab. Lantai, in flight entertainmet, sistem penerangan, hingga sarung kursi pun juga tetap rutin dicek.
Terkait kecelakaan pesawat Boeing 737-500 PK-CLC Sriwijaya Air SJ-182, pesawat diketahui baru mulai beroperasi pada 23 Oktober lalu setelah lama digrounded dan sudah pasti mendapat penanganan sebagaimana disebutkan di atas. Sebab, sebelum terbang, pesawat dibekali sertifikat kelaikan udara dari otoritas penerbangan.
Dalam sebuah wawancara di saluran televisi CNN Indonesia, Capt. Vincent menyebut, sebetulnya seberapa lama pun pesawat digrounded dan se-tua apapun usia pesawat, itu tidak terlalu berpengaruh bila segalanya dimanajemen dengan baik.
Baca juga: Dibalik Kecelakaan SJ-182, Sriwijaya Air Hanya Dapat Bintang 1 dari Airline Ratings!
Lebih lanjut, pilot yang juga seorang YouTuber itu juga mengungkap, tak ada masalah bila pun ada kerusakan pada pesawat selama pilot dibekali dengan minimum equipment list (MEL) yang dikeluarkan berdasarkan (MMEL). Sebab, karena banyaknya item-item kerusakan, sudah pasti pilot tak mengingatnya.
“Kita (pilot) tidak akan mau menerbangkan pesawat kalau kita tidak mempunyai referensi. Pertama terlalu banyak variabel kerusakan pesawat yang tidak kita ingat satu persatu. Karena yang tau detail ini sensor ini efeknya kemana. Kita tidak bisa inget itu semua. Makanya kita harus refer that minimum equipment list (MEL) kalau ada referensinya kata dia (MEL) bisa terbang secara legal kita entitle boleh terbang,” jelasnya.