Maskapai global ramai-ramai mengurangi kapasitas penerbangan mereka hingga angka yang cukup fantastis. Singapore Airlines dan Cathay, misalnya, memangkas kapasitas penerbangan hingga 96 persen. Akibatnya, tentu saja berimbas pada banyaknya pesawat yang terpaksa di-grounded akibat sepinya penerbangan di tengah terjangan wabah virus corona.
Baca juga: Pangkas 96 Persen Kapasitas Penerbangan, Singapore Airlines Diambang Kebangkrutan?
Dikutip dari Simple Flying, data jumlah pesawat yang digrounded oleh maskapai jumlahnya sangat mengejutkan. Pada 25 Maret lalu, analis data penerbangan, Cirium, melaporkan ada lebih dari 6.600 pesawat yang digrounded, tepatnya 6.639 unit.
Meskipun demikian, angka tersebut diperkirakan belum final alias masih akan terus bertambah di tengah masifnya pembatasan perjalanan antar negara bahkan antar benua. Bisa saja hari ini, angkanya berubah menjadi dua kali lipat, mengingat kondisi pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan, sekalipun di Cina sudah mulai membaik.
Dari total pesawat yang digrounded tersebut, antara pesawat Airbus dan Boeing, perbandingannya tidak terlalu berbeda jauh. Pesawat buatan pabrikan asal Amerika tersebut, saat ini jumlahnya ada 2.542, dengan rincian 1.671 narrowbody dan sisanya, 871 adalah pesawat widebody.
Boeing 737 merupakan penyumbang angka terbesar untuk pesawat narrowbody dengan total 1087 unit, termasuk -200, model Klasik, dan Next Generation atau NG. Itupun belum termasuk 737 MAX. Bila ditambah dengan pesawat yang telah digrounded setahun lebih itu, totalnya mencapai 1470 unit, dimana MAX menyumbang 383 unit. Sisanya, seperti Boeing 717, 727, 747, 757, 767, 777, dan 787, masing-masing sebanyak 45, 6, 108, 150, 154, 376, dan 233 unit pesawat.
Adapun pesawat buatan Airbus, jumlahnya sedikit lebih tinggi, mencapai 2.608 unit. Sama seperti Boeing, pesawat narrowbody Airbus menjadi penyumbang terbesar dengan 1.837 dan 771 sisanya adalah widebody.
Airbus A320, yang notabene pesaing utama Boeing 737, menjadi penyumbang terbesar pesawat yang digrounded dengan 948 unit. Kemudian disusul A330 dengan 467, A319 sebanyak 338, A321 sebanyak 325, A340 sebanyak 117, A320neo 112, A380 84 unit, A350 66 unit, A321neo 58 unit, Airbus A220 33 unit, A318 23 unit, A330neo 18 unit, A300 11 unit, dan A310 sebanyak 8 unit.
Selain melacak jumlah pesawat yang digrounded, Cirium juga melacak data penerbangan yang tengah beroperasi saat ini. Pada hari Senin, 23 Maret, misalnya, Airbus A330 di seluruh dunia tercatat mengoperasikan kurang dari 600 penerbangan menggunakan 300 pesawat dengan total jam terbang mencapai 3000 jam. Bila dibandingkan dengan 16 Maret lalu, jumlah tersebut terkoreksi turun sebesar 50 persen. Namun, bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, perbandingannya lebih besar lagi, dengan persentase penurunan pesawat aktif mencapai 70 persen dan penurunan jam terbang mencapai 80 persen.
Contoh lainnya, Boeing triple seven atau 777, misalnya, angkanya juga cukup memprihatinkan. Pada tanggal 22 Maret hingga 15 Maret, jumlah total jam terbang dan siklus penerbangan Boeing 777 menurun sekitar sepertiga. Bila dari periode tersebut datanya digabungkan, total ada 1.200 siklus penerbangan lebih sedikit dan pengurangan 8.000 jam penerbangan antara kedua tanggal tersebut.
Baca juga: Grounded Besar-Besaran Bikin Bandara Penuh, Haruskah Pesawat Parkir di Gurun?
Selanjutnya, dari data-data di atas, pertanyaan yang paling mungkin adalah, dimana maskapai menyimpan pesawat? Bandara utama di masing-masing negara masih menjadi pilihan favorit maskapai untuk meng-grounded pesawatnya. Bahkan, di beberapa bandara utama, seperti di Hartsfield Jackson di Atlanta, Amerika Serikat dan Paris Charles de Gaulle, Perancis, saking banyaknya pesawat yang parkir, otoritas bandara setempat sampai harus menutup landasan pacu semata untuk menampung pesawat.
Sementara di negara lainnya, utamanya bagi maskapai yang tidak kedapatan tempat untuk meng-grounded armadanya di bandara utama, mereka memilih untuk meng-grounded pesawat di bandara tertutup. Kemudian, bilapun harus memaksa parkir pesawat di bandara utama, karena akses yang lebih mudah, di beberapa bandara bahkan harus membuat apron serta ruang penyimpanan tambahan sementara untuk menampung pesawat.