Tepat pada hari ini, 1 September 37 tahun yang lalu, insiden penembakan Korean Air dengan nomor penerbangan KE007 terjadi. Insiden penembakan yang menewaskan 269 orang (termasuk awak dan penumpang) disebut terjadi akibat Boeing 747-200 Korean Air 007 tak patuh pada Air Defense Identification Zone (ADIZ) yang diadopsi Uni Soviet.
Baca juga: Mengenang Korean Air 007, Korban Perang Dingin Soviet-AS yang Dirudal Gegara Insiden “Mata-mata”
Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), ADIZ merupakan zona bagi keperluan identifikasi dalam sistem pertahanan udara suatu negara, dimana zona tersebut pada umumnya terbentang mulai dari wilayah teritorial negara yang bersangkutan hingga mencapai ruang udara di atas laut lepas yang berbatasan dengan negara tersebut.
Penerapan ADIZ oleh suatu negara tidak dimaksudkan untuk memperluas kedaulatan negara pemilik ADIZ tersebut, namun lebih pada kepentingan pertahanan udara bagi negara pengadopsi.
Dikutip dari Indomiliter.com, jangkauan zona ADIZ bervariasi, tergantung doktrin pertahanan dan supermasi sipil suatu negara; tepatnya antara puluhan hingga ratusan kilometer terhitung mulai dari batas terluar wilayah kedaulatan – sejauh ini tidak ada standar baku.
Sebuah dokumen Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) keluaran 16 Juli 1993 tentang Laporan Investigasi dan Temuan Fakta, menyebut baik pesawat sipil (civilian aircraft) maupun militer (state aircraft), harus mendapat clearance atau membuat rencana penerbangan seperti waktu, posisi, dan ketinggian terlebih dahulu sebelum masuk ke zona ADIZ.
Konsekuensi bagi pelanggar, disebutkan pesawat akan menjadi sasaran intersepsi Komando Pertahanan Udara sebuah negara. Namun, tak ada redaksi yang menyebut lebih dari itu, seperti yang dilakukan Uni Soviet dalam insiden penembakan Korean Air 007 di Pulau Sakhalin.
Dalam sebuah paper berjudul Air Defence Identification Zone (ADIZ) in International Law Perspective, sebagaimana dimuat jurnal researchgate.net, disebutkan ADIZ pertama kali digunakan oleh Amerika Serikat (AS) pada tahun 1950, disusul oleh Kanada pada tahun 1951 (CADIZ).
Kala itu, penerapan ADIZ oleh kedua negara tersebut dimaksudkan sebagai upaya pencegahan serangan nuklir oleh pesawat musuh, khususnya dari Uni Soviet sebagai poros utama pembentuk era perang dingin bersama AS.
Akan tetapi, seiring perkembangan teknologi, dimana rudal bisa ditembakkan dari jarak jauh, ADIZ berubah menjadi tameng dari modus intelijen memata-matai aktivitas militer sebuah negara. Dalam prosesnya, ADIZ beberapa kali menjadi dasar terjadinya perseteruan antara negara pengadopsi ADIZ dengan pesawat lain, baik sipil maupun militer.
Baca juga: Perang Dunia 3 Nyaris Pecah! Begini Kesaksian Pilot Jet Tempur Uni Soviet Pada Tragedi KAL 007
Dalam sebuah kajian International Aviation Law oleh Jeffrey D. Laveson yang dimuat core.ac.uk, ADIZ tercatat pernah membuat Perancis dan Uni Soviet bersitegang lantaran pesawat yang ditumpangi Leonid Brezhnev, mantan Presiden Uni Soviet, dicegat jet tempur Perancis dalam perjalanan ke Maroko. Tak disebutkan dengan jelas kapan insiden ini terjadi. Yang pasti, hal itu membuat tensi politik Perancis-Soviet meningkat. Namun, disebutkan, Soviet bersikukuh kalau Brenzhev terbang di wilayah internasional.
Lain halnya dengan insiden penembakan KAL 007. Menurut Jeffrey, KAL 007 cukup jelas terbukti telah memasuki zona teritorial yang tunduk pada yurisdiksi eksklusif negara. Sejatinya, hukum internasional tak berlaku dan berganti dengan penerapan hukum negara, dalam hal ini Soviet.