Sebagian orang mungkin punya anggapan bahwa menjadi awak kabin bakal merasakan semua kenikmatan, lantaran memiliki pendapatan yang cukup besar sehingga bermewah-mewah. Padahal di balik itu semua, kehidupan mereka tidaklah semenyenangkan yang orang lain kira.
Baca juga: Imbas Penerbangan Sepi, Bagaimana dengan Gaya Hidup Glamor Pramugari?
Bahkan bisa dikatakan kelam dan gelap tanpa ada kebahagiaan dan kebebasan. KabarPenumpang.com merangkum dari qz.com (27/2/2020), ternyata gaya hidup tinggi para awak kabin ini dapat membuat kesehatan mental, gangguan tidur, kecanduan alkohol hingga penyalahgunaan obat-obatan.
Adrianna seorang awak kabin yang sudah sepuluh tahun bekerja di maskapai penerbangan utama di Amerika Serikat mengatakan, banyak dari mereka yang menderita penyakit kecemasan. Dia menyebutkan ini karena terjebak dalam sebuah ‘tabung’ dengan orang-orang berbeda sepanjang hari.
“Kami tidak diizinkan untuk menunjukkan emosi kami yang sebenarnya dan itu selamanya. Saya sering bersumpah dalam tidur dan menjerit karena tidak diizinkan mengekspresikan emosi sepanjang,” kata Adrianna.
Mungkin sisi kelam kehidupan awak kabin cukup jarang terkespos. Bahkan ada beberapa cerita awak kabin ini yang viral dan menjadi perbincangan semua khalayak di dunia nyata maupun media sosial. Biasanya yang mencakup sisi kelam mereka adalah terlihat tampak mabuk dalam penerbangan hingga ketahuan meminum alkohol sebelum berangkat. Adrianna mengatakan, karena alkohol dirinya kehilangan teman, bukan hanya dipecat, temannya itu meninggal karena kecanduan berat alkohol.
Bekerja di udara, sebenarnya bukanlah selalu menyenangkan, bahkan sekali penerbangan bisa sangat melelahkan dan banyak awak kabin yang membayangkan untuk mencari pekerjaan lain. Dari mereka banyak yang stres, cemas atau merasa tidak menyenangkan tetapi harus tetap tersenyum ketika penumpang memanggil mereka.
Jetlag karena penerbangan beda waktu pun bisa meliputi perubahan perasaan, kelelahan dan lainnya. Tapi bila suadh bekerja menjadi awak kabin sulit untuk berhenti apalagi dengan gaji yang cukup tinggi ketika sering terbang untuk bertugas. Untuk melewati masalah dalam penerbangan, mereka sering bersama-sama dengan berkumpul dan minum alkohol. Bahkan seorang awak kabin mengaku, banyak yang suka minum seperti dirinya. Ada pula yang lebih memilih minum sendirian.
Adrianna menambahkan, dirinya berhenti munim satu tahun yang lalu dan terkadang masih sulit untu mengetahui kapan berhenti. Sebab dia menyebutkan, Anda akan berpikir minum di kamar sendirian bukanlah masalah sosial. Heather Healy yang mengelola Flight Attendants Drug and Alcohol Program (FADAP), sebuah prakarsa keselamatan mengatakan, pihaknya melakukan survei anonim tahun 2000 lalu dengan awak kabin. Mereka meminta awak kabin untuk berbagi informasi tentang apa saja yang sudah dilakukan.
Beberapa awak kabin mengelola kecemasan atau depresi dengan obat resep yang sangat adiktif, termasuk obat tidur atau opioid untuk mengatasi rasa sakit.
“Anda memiliki sekelompok masalah pekerjaan yang mendorong lingkungan minum. Tetapi juga menggunakan alkohol dan resep untuk mengelola beberapa masalah yang merupakan bagian dari pekerjaan kecemasan, stres, sulit tidur, dan rasa sakit,” tambahnya.
Sebanyak 85 persen awak kabin yang menggunakan layanan FADAP mengatakan, mereka akan melakukannya lagi. Awak kabin dapat menjangkau ke layanan itu sendiri sebagai alternatif, anggota keluarga pramugari yang kurang sehat dapat menghubungi layanan alih-alih maskapai itu sendiri, untuk menghindari membahayakan pekerjaan orang yang mereka cintai. Seringkali, pramugari dirujuk ke FADAP setelah orang lain di kru memperhatikan mereka berlama-lama di kursi bar atau menampilkan perilaku mengkhawatirkan lainnya. Jika seorang pramugari kedapatan melanggar peraturan narkoba atau alkohol, FADAP dapat membantu, kata Healy.
“Semua orang [di FADAP] bergeser bukan untuk mencoba membantu menyelamatkan pekerjaan Anda, tetapi untuk menyelamatkan hidup Anda, karena peluang Anda untuk sembuh, begitu Anda kehilangan pekerjaan dan kehilangan asuransi kesehatan Anda peluang itu turun secara signifikan.”
Pada saat yang sama, katanya, risiko bunuh diri melonjak. Sesuai peraturan FAA, pramugari yang diberhentikan dapat bergabung kembali dengan profesi dengan majikan lain, tetapi hanya setelah berhasil menyelesaikan program pemulihan. Healy menambahkan, tidak semua awak kabin kembali ke penerbangan karena pekerjaan memicu kekambuhan.
Baca juga: Brigita Jagelaviciute, Mantan Pramugari Emirates yang Mengaku Jenuh Pada Rutinitas
“Dari perspektif kesehatan jangka panjang, keluar dari pekerjaan mungkin merupakan hal terbaik. Kuncinya mungkin menjadi pramugari adalah mimpi terburuk Anda, dalam hal menstabilkan penyakit kejiwaan Anda,” katanya. “Biarkan kamu melakukan sesuatu yang lain,” katanya.
Hampir semua awak kabin yang hidupnya tinggi dan mewah memiliki penyakit cemas, mengalami gangguan tidur,kecanduan alkohol hingga penyalah gunaan obat-obatan.Banyak yg terlihat tampak mabuk dalam penerbangan hingga ketahuan meminum alkohol sebelum berangkat. Sehingga diadakan suatu program yaitu Heather Healy yang mengelola Flight Attendants Drug and Alcohol Program (FADAP), sebuah prakarsa keselamatan untuk rehabilitasi para awak kabin.Sebanyak 85 persen awak kabin yang menggunakan layanan FADAP. Menurut saya layanan FADAP Ini sangat membatu para awak kabin yang ingin sembuh dan menyelamatkan hidupnya.
Sebagian orang mungkin punya anggapan bahwa menjadi awak kabin bakal merasakan semua kenikmatan, lantaran memiliki pendapatan yang cukup besar sehingga bermewah-mewah. Padahal di balik itu semua, kehidupan mereka tidaklah semenyenangkan yang orang lain kira. Sebanyak 85 persen awak kabin yang menggunakan layanan FADAP mengatakan, mereka akan melakukannya lagi. Awak kabin dapat menjangkau ke layanan itu sendiri sebagai alternatif.