Asosiasi Transportasai Udara Internasional (IATA) menyarankan agar pemerintah negara-negara di dunia tidak menerapkan kebijakan karantina ke wisatawan yang datang. Sebab, sebelum naik pesawat, mereka telah melewati serangkaian proses panjang untuk memastikan hanya penumpang sehat yang diizinkan bepergian dengan pesawat.
Baca juga: Covid-19 Ubah Enam Hal di Industri Penerbangan, Nomor 4 Bikin Geleng-geleng!
CEO IATA, Alexandre de Juniac menyebut, bila negara-negara di dunia masih menerapkan kebijakan tersebut, sektor perjalanan dan pariwisata mereka akan terus tertekan. Ujungnya, perekonomian nasional pun akan terus macet dan menimbulkan efek domino berupa PHK.
“Menerapkan kebijakan karantina ke wisatawan yang tiba membuat sektor perjalanan dan pariwisata negara-negara di dunia anjlok. Untungnya, ada alternatif kebijakan yang dapat mengurangi risiko kasus Covid-19 impor sambil tetap memungkinkan dimulainya kembali perjalanan dan pariwisata yang berkontribusi untuk memulai kembali perekonomian nasional,” jelasnya.
“Kami telah mengusulkan sistem perlindungan baru untuk mencegah orang sakit atau dalam keadaan tak sehat bepergian dan mengurangi risiko penularan jika seorang wisatawan terpapar corona sesampainya di bandara (negara) tujuan,” tambahnya, seperti dikutip KabarPenumpang.com dari laman resmi IATA.
Sistem perlindungan atau mekanisme baru bagi penumpang yang dimaksud IATA adalah, pertama, saat ini, hampir seluruh maskapai atau negara di dunia telah menerapkan kebijakan rapid test serta test PCR atau uji laboratorium kepada seluruh penumpang. Kebijakan rapid test dan atau PCR juga disarankan IATA agar wajib dilakukan di negara-negara dengan angka kasus corona yang masih tinggi. Dengan begitu, risiko penularan di bandara dan pesawat lebih minim.
Bahkan, di beberapa negara seperti Hong Kong dan Dubai, seluruh penumpang internasional yang baru tiba dilakukan rapid test ulang, sekalipun mereka sudah mendapatkan sertifikat sehat berdasarkan hasil rapid test atau PCR di negara asal. Bila pun ada penumpang yang terinfeksi corona, ikut dalam penerbangan, dan baru terdeteksi di bandara atau negara tujuan, tingkat infeksi dari penumpang tersebut diklaim rendah dengan diterapkannya protokol kesehatan yang ketat.
Kedua, sistem perlindungan atau mekanisme baru maskapai ialah mendorong penumpang untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan dengan air mengalir atau hand sanitizer, sarung tangan, physical distancing di bandara dan pesawat, face shield, hingga kontak tracing; termasuk di dalamnya inovasi teknologi dari berbagai perusahaan dunia yang disadur maskapai, seperti GermFalcon, inovasi interior pesawat, dan lain sebagainya.
Selain itu, maskapai juga mendorong agar penumpang yang merasa kurang sehat agar tak memaksakan diri bepergian kecuali urusan sangat penting.
Belum lagi kebijakan kenormalan baru atau new normal, seperti contactless service, berupa memberikan fleksibilitas kepada penumpang untuk melakukan reservasi, check-in, boarding, baggage handling, sampai layanan seluruh tenan restoran, imigrasi, sampai body check tanpa adanya kontak langsung.
Baca juga: (1) 15 Inovasi Interior Cegah Penyebaran Covid-19 di Pesawat, Nomor 8 Paling Canggih
“Memulai kembali perekonomian dengan aman adalah prioritas. Itu termasuk perjalanan dan pariwisata. Kebijakan karantina mungkin memainkan peran dalam menjaga orang tetap aman, tetapi mereka juga akan membuat banyak pengangguran. Alternatifnya adalah mengurangi risiko melalui serangkaian tindakan. Maskapai sudah menawarkan fleksibilitas sehingga mencegah calon penumpang untuk bepergian,” kata Juniac.
“Sertifikat kesehatan, screening, dan pengujian oleh pemerintah akan menambah tingkat keamanan tambahan. Dan jika seseorang bepergian saat terinfeksi, kita dapat mengurangi risiko penularan dengan protokol untuk mencegah penyebaran selama perjalanan atau saat di tempat tujuan. Dan kontak tracing yang efektif dapat mengisolasi mereka yang paling berisiko,” tutupnya.