Sejak diresmikan oleh mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juni 2009 silam, ada banyak kemudahan yang dapat dirasakan langsung oleh warga Surabaya dan Madura dengan kehadiran Jembatan Suramadu. Namun di balik semua keuntungan dengan didirikannya jembatan sepanjang 5.438 meter ini, ada satu yang ternyata dirugikan. Ya, Penyeberangan Ujung – Kamal. Unit penyeberangan yang dikelola oleh PT. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) ini merupakan yang paling terdampak dari hadirnya Jembatan Suramadu.
Baca Juga: Mengenal Pelabuhan Merak, Gerbang Penyeberangan Tersibuk di Indonesia
Rute penyeberangan ini sudah sangat lama dan menjadi rute transportasi utama masyarakat Madura dan Jawa – khususnya warga Surabaya dan sekitarnya. Dirangkum KabarPenumpang.com dari berbagai laman sumber, penyeberangan Ujung – Kamal sudah ada sejak zaman Belanda, sekitar tahun 1913. Jasa penyeberangan ini diawali hanya dengan menggunakan perahu motor. Kemudian meningkat menjadi kapal Roro dari Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yang bisa mengangkut penumpang bersama angkutan roda empat atau mobil.
Perkembangan terus terjadi di tubuh Penyeberangan Ujung – Kamal, yang ditandai dengan semakin banyaknya kapal yang mengoperasikan rute ini. Sebut saja KM Yudha Negara, KM Bangkalan, hingga KM Pamekasan. Saking terkenalnya, TNI AD juga pernah mengambil peran dalam penyeberangan tersebut. Pada tahun 1963, TNI AD mengoperasikan kapal AD 13 dan AD 29 di Penyeberangan Ujung – Kamal.
Singkat cerita, penyeberangan yang telah membantu perkembangan Pulau Madura secara keseluruhan ini dikelola oleh PT ASDP Indonesia Fery dan kurang lebih ada tujuh perusahaan fery yang turut berkecimpung – seperti PT Dharma Lautan Utama dan PT Jembatan Nusantara. Arus penumpang maksimal Penyeberangan Ujung – Kamal mencapai angka 62 ribu orang. Sedangkan kendaraan roda dua 40 ribu unit dan roda empat mencapai angka 5 ribu per hari. Tingginya arus lalu lintas di penyeberangan ini didukung oleh 18 unit fery yang beroperasi.
Namun seperti yang sudah disebutkan di atas, kondisi penyeberangan ini mulai menunjukkan penurunan sejak dibukanya Jembaran Suramadu pada tahun 2009 silam. Banyak orang yang kemudian lebih menambatkan hatinya pada jembatan ini ketimbang menggunakan jasa yang ditawarkan oleh PT ASDP ini.
Baca Juga: Pelabuhan Bojonegara, Mungkinkah Jadi “Pesaing” Pelabuhan Ferry Merak?
Ketika kerugian akibat merosotnya jumlah penumpang sudah tidak bisa dihindari, sejumlah cara untuk menutupi kerugianpun coba dilakukan oleh PT ASDP, salah satunya adalah dengan memberikan potongan harga. Namun langkah tersebut ternyata tidak membuat para penumpang bergeming dan kembali beralih menggunakan jasa penyeberangan tersebut.
Bak peribahasa “Hidup Segan Mati Tak Mau”, Penyeberangan Ujung – Kamal ini tetap beroperasi walaupun sepi pengunjung. Terlebih setelah akes jembatan Suramadu kini telah digratiskan. Sebenarnya Pemerintah bisa saja menutup penyeberangan ini karena dinilai sudah tidak efektif lagi, namun nilai sejarah yang terpatri di penyeberangan ini tidaklah bisa dihapuskan begitu saja.