Hari ini dalam sejarah, bertepatan dengan 26 Juli 1993, pesawat Boeing 737 Asiana Airlines jatuh setelah menabrak punggung bukit Gunung Ungeo di ketinggian 240 meter dari permukaan laut (mdpl). Hasil investigasi pihak berwenang, kecelakaan terjadi akibat kelalaian pilot saat melakukan landing approach.
Pesawat dengan nomor penerbangan OZ733 atau AAR733 ini diketahui terbang dengan aman tanpa kendala setelah lepas landas dari Bandara Internasional Gimpo, Seoul, Korea Selatan. Pesawat dijadwalkan tiba di Bandara Mokpo pada pukul 15.15 waktu setempat.
Langit cerah tiba-tiba menjadi gelap. Pesawat dihadapkan dengan cuaca buruk dan angin kencang dan pesawat tak memiliki cukup waktu untuk menghindar. Di tengah cuaca buruk itulah, kapten pilot Hwang In-ki dan kopilot Park Tae-hwan mencoba melakukan landing approach untuk persiapan mendarat.
Pesawat dengan nomor registrasi HL7229 yang membawa 105 penumpang dan enam kru tersebut dilaporkan mulai mencoba landing approach pada pukul 15.24. Sayangnya, percobaan pertama gagal. Kegagalan juga menghampiri percobaan kedua pada pukul 15.28.
Setelah gagal dalam interval empat menit, kru mencari cara lain untuk bisa mendarat dengan selamat, di tengah cuaca buruk dan navigasi bandara yang hanya dilengkapi dengan VOR/DME.
Sebelum lanjut, VOR (Very High Omni-Directional Range) merupakan salah satu sistem navigasi radio di pesawat terbang. VOR memancarkan sinyal radio gabungan, termasuk kode morse dan data yang memungkinkan peralatan receiver pada pesawat untuk memperoleh magnetic bearing dari station ke pesawat terbang. VOR bekerja pada frekuensi VHF dari 108 sampai 117,95 MHz.
VOR umumnya berpasangan dengan Distance Measuring Equipment (DME). Adapun DME merupakan sebuah alat yang memberikan informasi jarak dan posisi pesawat terbang dengan ground station.
Di luar dua itu, ada lagi instrumen pendaratan (instrumen landing system) lainnya yang lebih canggih. Namun, menurut banyak pendapat, seharusnya, dua ILS tersebut cukup untuk membuat pilot mendaratkan pesawat dengan selamat.
Setelah dua kali percobaan mendarat gagal, percobaan ketiga dilakukan pada 15.38. Keluarga pesawat narrowbody tersukses di dunia itu pun dilaporkan hilang dari radar pada pukul 15.41 atau beberapa menit setelah melakukan landing approach.
Tak berselang lama atau tepatnya pada 15.48, otoritas setempat memastikan pesawat jatuh setelah menabrak punggung Gunung Ungeo di ketinggian 240 mdpl. Serpihan pesawat kemudian ditemukan sekitar 10 kilometer barat daya Bandara Mokpo.
Setelah investigasi panjang, para ahli menemukan adanya kelalaian pada pilot. Dilansir planecrash.fandom.com, dua landing aprroach awal seharusnya pilot bisa mendaratkan pesawat.
Berhubung pilot gagal melihat runway 06 secara visual, ia coba mendarat dari arah berlawanan.
Baca juga: Hari Ini, 35 Tahun Lalu, Garuda Indonesia GA035 Jatuh di Medan Gegara Tabrak Antena TV
Nahasnya, kapten pilot -yang disebut sangat berpengalaman- gagal mengindahkan minimum descent altitude (MDA) atau ketinggian minimal saat melakukan landing approach. Anehnya, kopilot juga tak mengoreksi kesalahan pilot terkait MDA hingga akhirnya berakhir menabrak gunung.
Meski begitu, beruntung, kecelakaan tersebut tidak menyebabkan seluruh penumpang dan kru tewas. Dilaporkan dari 116 penumpang dan kru, hanya 68 jiwa yang meninggal, sisanya berhasil selamat meski dengan kondisi yang mengenaskan.