Pada hari ini, 79 tahun yang lalu, bertepatan dengan 3 Maret 1942 atau tiga hari sebelum Jepang menguasai Bandung, pesawat Dakota DC-3 PK-AFV “Pelikaan” milik maskapai pertama di Hindia-Belanda, Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM), ditembak jatuh tentara Jepang di Carnot Bay, 80 km (50 mil) utara Broome, Australia Barat.
Baca juga: PK-KKH, Sang Pendahulu N250 yang Lebih Awal Pamer Pesawat Indonesia di Eropa
Pesawat ini sebetulnya sama seperti pesawat DC-3 pada umumnya. Tetapi, Pangkalan Udara Andir yang pada 17 Agustus 1952 diubah namanya menjadi Lanud Husein Sastranegara dan sekarang berubah lagi menjadi Bandara Internasional Husein Sastranegara, Bandung, menjadi saksi bahwa PK-AFV Pelikaan KNILM merupakan pesawat sangat mahal, mungkin termahal di zamannya, karena muatan misterius setara 10 juta dolar Australia atau sekitar Rp212 miliar lebih (kurs 11.155).
Dikutip dari ozatwar.com, kemunculan Jepang sebagai salah satu kekuatan mematikan di masa Perang Dunia II membuat Belanda dan sekutu ciut. Tak sedikit dari mereka yang bermukim di Hindia Belanda mencoba melarikan diri; termasuk para staf KNILM serta tentara NEI-AF beserta keluarganya yang menumpangi Dakota DC-3 PK-AFV.
Saat itu, pesawat ini dikemudikan oleh kapten pilot Ivan “Turc” Smirnoff, kopilot Johan “Neef” Hoffman, dan operator radio John “Jo” Muller, membawa sembilan penumpang, lima di antaranya pilot Angkatan Darat dan Angkatan Laut Hindia Belanda, empat sipil, dan satu bayi.
Sebelum berangkat sekitar pukul 1.15 malam waktu Bandung, Mr. Wisse, manajer Pangkalan Udara Andir, menitipkan kotak cerutu tanpa memberitahu isinya, ke pilot. Ketika itu, ia hanya menyebut bahwa kotak cerutu ini nanti akan dijemput pihak Australian Bank saat tiba di Broome.
Pesawat lepas landas dengan mulus dari Bandung menuju ke arah tenggara, tepatnya ke Broome, Australia Barat. Namun sayang, saat memasuki garis pantai Carnot Bay, 80 km (50 mil) utara Broome, Jepang baru saja selesai menggempur habis pangkalan militer di sana. Nahasnya lagi, tiga pesawat temput Jepang masih wara-wiri di sekitaran lokasi dan menemukan Pelikaan.
Walau sempat memberi kode bahwa DC-3 PK-AFV Pelikaan membawa penumpang sipil, namun Jepang tak menggubris dan memberondong tembakan ke pesawat. Meski sempat menghindar, sayap dan mesin pesawat terkena tembakan, termasuk sang pilot naturalisasi dari Rusia. Beruntung, pesawat berhasil mendarat dararut di pantai Carnot Bay.
Usai mendarat darurat Jepang masih memberondong dengan tembakan dari langit. Penumpang dan awak pesawat yang sedang berusaha melarikan diri, khususnya sang pilot yang diamanahkan kotak cerutu berharga, coba berlindung di dalam air.
Baca juga: Bandara Pondok Cabe, Ternyata Pernah Jadi Basis Pertahanan Penting Sekutu di Era Perang Dunia II
Percobaan itu berhasil dan Jepang pun pergi. Sayangnya, kotak cerutu itu terhempas ombak dan tak ditemukan sampai waktu yang lama. Setelah insiden itu, barulah diketahui bahwa kotak cerutu itu berisi berlian yang jika diasumsikan dengan kurs saat ini bernilai 10 juta dolar Australia atau sekitar Rp212 miliar.
Berlian itu kemudian ditemukan di beberapa tempat. Tetapi, hanya sebagian kecil berlian yang ditemukan dan sisanya masih belum ditemukan sampai saat ini dan menjadi salah satu misteri harta karun terbesar nan berharga.