Tepat hari ini, yaitu pada 19 Februari 1982, di Bandara Kota Renton, Washington, AS, pilot uji Boeing John H. Armstrong dan Samuel Lewis “Lew” Wallick, Jr, melakukan penerbangan pertama dari pesawat prototipe model 757 dengan nomor registrasi N757A dan nomor seri 22212.
Baca juga: Pasca Hard Landing, Muncul ‘Kerutan’ di Bodi Boeing 757-200 Delta Airlines
Dihimpun KabarPenumpang.com dari berbagai sumber, kala itu, pesawat dengan kapasitas antara 178 dan 239 penumpang (757-200) tersebut memiliki sejumlah permasalahan dengan mesin sebelah kanan dan membutuhkan sejumlah perbaikan sebelum akhirnya kembali melakukan penerbangan berikutnya. Setelah melakukan sejumlah perbakan, pesawat akhirnya dapat terbang dan mendarat sempurna di Paine Field, Everett, Washington, setelah 2 jam, 31 menit mengudara.
Dikembangkan bersamaan dengan Boeing 767 pada akhir 1970-an, saat krisis minyak global tengah melanda dunia dan membuat ekonomi lesu, tak terkecuali Boeing, yang mem-PHK hampir 36.000 karyawan, Boeing 757 memulai penerbangan komersial perdana pada tahun 1982. Saat ini, setelah hampir 40 tahun kemudian, banyak kalangan menilai bahwa Boeing 757 masih dianggap sebagai salah satu pesawat narrow body tertangguh di dunia.
Betapa tidak, Boeing 757 mampu terbang sempurna lintas benua dan transatlantik dengan jarak tempuh selama enam sampai tujuh jam. Tak hanya itu, pesawat tersebut disebut tangguh juga karena dapat terbang ataupun mendarat di bandara dengan landasan pacu pendek sekalipun. Di AS sendiri, 757 adalah sebuah kesuksesan besar bagi maskapai AS karena ketangguhannya. American Airlines, Delta Airlines, dan United Airlines seluruhnya berhasil mencapai profit yang luar biasa karena menerbangkan seluruh rute jarak pendek dan menengah dengan Boeing 757.
Selain ketiga maskapai terbesar di AS tersebut, maskapai lainnya di seluruh dunia juga berhasil mencetak hasil gemilang dengan memaksimalkan ketangguhan Boeing 757, mulai dari Icelandair (rute Reykjavík, Islandia—San Francisco, Amerika Serikat dengan jarak tempuh mencapai lebih dari 11 jam, jauh dari daya jelajah Boeing 757 yang normalnya hanya berkisar enam – tujuh jam), Thomas Cook & Condor (anak perusahaan Lufthansa), British Airways, dan Arkia Israel Airlines.
Di Indonesia sendiri, sekalipun banyak maskapai di dunia yang berhasil mencatatkan hasil gemilang, Boeing 757 rupanya masih belum menjadi primadona maskapai-maskapai dalam negeri. Menurut catatan pengamat penerbangan, Gerry Soejatman, dari beberapa alasan yang mendasarinya, salah satu yang utama adalah karena alasan spesifikasi.
“Untuk (Boeing) 757 masalahnya sebernya satu sih. Dia itu kan tinggi ya pesawatnya. Jadi butuh ekstra ground equipment, meski pake tangga yang tinggi-lah, mobil tangga yang tinggi-lah, dan lain-lain” terangnya saat dihubungi KabarPenumpang.com, Rabu, (19/2).
Di samping itu, sekalipun pesawat tersebut cukup tangguh dan memiliki kemampuan yang tak dimiliki pesawat-pesawat sejenis lainnya (kala itu), seperti mampu terbang atau turun landas di bandara-bandara kering, tinggi, dan dengan landasan pacu yang pendek, Gerry melihat bahwa momentum dunia penerbangan Indonesia saat itu juga menjadi alasan lainnya mengapa Boeing 757 tidak dilirik maskapai-maskapai dalam negeri.
“Itu dibikin tahun berapa? Di zaman dia launching, maskapai sini masih belum pakai pesawat besar-besar. Zaman dulu masih pakai Propeller, Fokker. Nah, setelah penerbangan ramai itu kita baru mulai masuk ke jet. Saat kita sudah masuk ke jet, pesaing sudah semakin banyak dan lebih menarik dibandingkan 757,” tambahnya.
Tak lupa, ia juga menambahkan catatan, bahwa selain dua alasan di atas, tidak diliriknya Boeing 757 juga akibar leasing rate yang mahal dibanding pesawat-pesawat sejenisnya seperti Boeing 727 ataupun ataupun Airbus A321 . Bahkan, menurutnya, sejak awal kehadiran 757, leasing hampir tidak pernah murah. Tentu saja, dengan kondisi tersebut, ditambah dua catatan sebelumnya maskapai-maskapai Indonesia enggan melirik Boeing 757, sekalipun pesawat tersebut dinilai sebagai pesawat tertangguh di dunia.
Boeing 757 sendiri awalnya dianggap wujud pengembangan dari Boeing 727, meskipun Boeing mengaku lebih baik membuat pesawat yang benar-benar baru dibanding harus meningkatkan model lamanya. Hal itu dinilai lebih ekonomis.
Semasa aktif mengudara, Boeing 757 ditawarkan dalam varian tiga tipe, yakni 757-100, 757-200, dan 757-300. Sesuai urutannya, 757-100 adalah varian yang paling kecil, dengan hanya memuat sekitar 150 penumpang. Adapun 757-200 dan 757-300, masing-masing menawarkan jumlah kursi yang lebih banyak, sekitar 192-239 dan 239-289 dalam konfigurasi satu atau dua kelas. Khusus untuk varian 757-300, pesawat tersebut berhasil mencatatkan namanya sebagai pemegang rekor untuk pesawat twinjet satu lorong terpanjang dalam sejarah.
Baik 757-100, 757-200, ataupun 757-300, ketiganya tersedia dengan vairan mesin Rolls-Royce RB.211-535E atau Pratt & Whitney PW2037, dengan daya dorong setinggi 43.734 pound (194,54 kilonewton) per mesin.
Boeing 757 memiliki kecepatan jelajah 0,8 Mach (530 mil per jam, atau 853 kilometer per jam) pada 35.000 kaki (10.668 meter). Normalnya, tinggi jelajahnya berada di sekitaran 42.000 kaki atau 12.802 meter, dengan jarak maksimumnya berkisar 4.718 mil laut atau 7.593 kilometer.
Setelah beroperasi selama 23 tahun, Boeing akhirnya menyudahi produksi 757 pada tahun 2003, ketika penjualan mulai menyusut dan seluruh industri penerbangan terguncang oleh peristiwa 11/9 atau 11 September 2001. Pada saat itu, Boeing percaya bahwa keluarga 737 dan 787 yang dikembangkan akan mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan oleh penuaan 757.
Boeing benar-benar resmi menghentikan produksi 757 setelah mengirimkan 757 terakhir pada November 2005 ke Shanghai Airlines. Pengiriman ke maskapai Cina tersebut sekaligus menandai pesawat ke 1.050 yang berhasil diproduksi Boeing selama 23 tahun.
Meskipun sudah lapuk dimakan usia, ketiga maskapai utama AS, American Airlines, Delta Airlines, dan United Airlines hingga kini masih menerbangkan armada 757-nya. American Airlines dan United Airlines menerbangkan 757-200 sedangkan Delta Airlines menerbangkan 757-200 serta 757-300. Delta Airlines sendiri hingga kini tercatat sebagai maskapai terbesar yang masih mengoperasikan armada 757 dengan frekuensi hingga 100 penerbangan per hari.