Pada hari ini 17 tahun lalu, bertepatan dengan 25 Oktober 2007, Singapore Airlines (SQ) menjadi maskapai pertama di dunia yang mengoperasikan Airbus A380. Bersama SQ, pesawat komersial terbesar di dunia dengan nomor registrasi 9V-SKA itu terbang ke Sydney dengan kondisi seluruh kursi terisi penuh.
Baca juga: Orang Berpengaruh di Airbus Sebut (Dibohongi Soal) Mesin Jadi Sebab Kegagalan A380
Dilansir airwaysmag.com, sejak diluncurkan ke publik untuk pertama kalinya pada 18 Januari 2005 di Toulouse, Perancis, pamor Airbus A380 terus meningkat. Pesawat yang menghabiskan biaya Rp163 triliun untuk pengembangan itu disebut pesawat masa depan.
Dihadapan sekitar 5.000 tamu, Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, memuji A380 sebagai pesawat yang paling menarik di dunia. Ia juga menyebut pesawat itu menandai “tingkat kerja sama antar negara yang belum pernah terjadi sebelumnya”, dan akan “mengubah cara kita bepergian”.
Tak lupa, ia juga memuji pesawat yang mampu menampung lebih dari 550 penumpang itu sebagai pesawat yang ramah lingkungan karena sejak awal pengembangannya sebisa mungkin meminimalisir dampaknya terhadap lingkungan.
Sementara itu, Presiden Perancis, Jacques Chirac, bahwa Airbus A380 adalah “Penerbangan yang sesungguhnya” dan debutnya di jagat penerbangan global didedikasikan untuk semua berikut seluruh perasaan dan kebanggaan.
Setelah diperkenalkan, tiga bulan kemudian, prototipe A380 dengan registrasi F-WWOW itu melakukan penerbangan perdana (first maiden) di langit Kota Toulouse, Perancis, pada 27 April 2005. Penerbangan dipimpin langsung oleh Jacques Rosay, kepala pilot penguji Airbus, dibantu enam awak.
Pesawat lepas landas dari Toulouse pada 10.29 waktu setempat dan mengudara selama hampir empat jam. Selama waktu ini, F-WWOW berhasil memenuhi semua tujuan utama uji terbang. Tiga jam 54 menit kemudian, pesawat mendarat di Toulouse pada 14.23. Kedatangannya disambut meriah oleh jurnalis, avgeeks, dan bahkan masyarakat pada umumnya.
Baca juga: Hari ini, 17 Tahun Lalu, Airbus A380 Sukses Terbang Perdana
Usai sukses melakukan penerbangan perdana, Jacques Rosay mengaku puas dengan performa pesawat. Terutama ketika climbing tak lama setelah lepas landas. “Dalam beberapa menit pertama penerbangan, kami terkesan dengan kemudahan handling pesawat,” ujarnya.
Mendengar keterangan dari Jacques, Airbus begitu optimis dan memasang target setahun setelahnya atau pada tahun 2006. Sayangnya, itu meleset. Alih-alih memasuki tahun layanan perdana, Airbus justru memilih menerbangkan A380 lainnya dengan nomor seri pabrikan 003 pada 7 Mei 2006. Pesawat inilah yang pada akhirnya resmi diterima Singapore Airlines pada 15 Oktober 2007 untuk pertama kalinya di dunia.
10 hari kemudian, pesawat dengan registrasi 9V-SKA itu pun menjalani penerbangan komersial perdana ke Sydney, Australia. Jauh sebelum itu, Singapura telah menjual tiket penerbangan komersial perdana A380 ke publik.
Meski penerbangan SQ380 berstatus sebagai penerbangan komersial, namun, tiket yang dijual seluruhnya disumbangkan ke tiga badan amal di Australia. Tiket kelas ekonomi dijual US$560 dan tike suit first class dijual US$1,380. Walau tergolong mahal untuk ukuran saat itu, tetapi publik begitu antusias dan seluruh kursi terisi penuh.
CEO Singapore Airlines saat itu, Chew Choon Seng, menyebutkan bahwa Airbus A380 sebagai “ratu baru langit” seolah mengkudeta “ratu langit” sebelumnya yang disandang Boeing 747. Seng juga menyebut bahwa A380 sebagai “pesawat untuk hari ini dan besok” menunjukkan rasa optimisnya kepada pesawat yang dipesan oleh SQ sebanyak 25 unit itu.
Baca juga: Hari Ini, 17 Tahun Lalu, Airbus A380 Resmi Diluncurkan dan Bikin Airbus Rugi Besar!
10 tahun kemudian, tepatnya 25 Agustus 2017, pesawat pertama A380 pertama yang memasuki layanan komersial di dunia bersama SQ, 9V-SKA, harus menjalani penerbangan terakhir sebelum pensiun dan dikembalikan ke lessor pada 5 Desember 2017, menjadikannya sebagai A380 pertama yang pensiun.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada Februari 2019, Airbus mengumumkan menyetop produksi A380 dengan angka penjualan akhir diperkirakan mencapai 242 unit, sedikit dari target minimum penjualan untuk mencapai break even di angka 250 unit pesawat, atau jauh dari target penjualan 750 unit.