Thai Airways sungguh mengejutkan banyak pihak. Bagaimana tidak, lima tahun berturut-turut sejak 2016 selalu rugi, di tahun 2021 kemarin maskapai nasional Thailand itu sukses membukukan laba sebesar 55 miliar baht (US$1,68 miliar) atau sekitar Rp24,1 triliun (kurs 14.378). Bagaimana bisa?
Baca juga: Nyaris Bangkrut, Thai Airways Mulai Bangkit! Kini Terbang ke 10 Negara
Setahun sebelumnya, saat pandemi virus Corona sedang bergejolak hebat, Thai Airways berada dalam situasi sangat sulit dengan membukukan kerugian hampir 141 miliar baht (US$4,31 miliar) atau sekitar Rp62 triliun (kurs 14.378).
Sebagaimana maskapai lain di dunia, Thai Airways mengalami kerugian sangat besar di tahun 2020 lantaran industri pariwisata Negeri Gajah Putih anjlok ke jurang terdalam. Selain Thailand sendiri menutup perbatasannya akibat Covid-19, negara-negara tetangga juga demikian, sehingga semakin memperburuk keadaan.
Di pertengahan tahun 2020, Thai Airways resmi mengajukan prosedur ‘anti bangkrut’ atau restrukturisasi di Pengadilan Kepailitan Pusat Thailand. Saking sulitnya, Thai Airways bahkan tak sanggup untuk mengembalikan dana oleh penumpang (refund).
Sambil menunggu proses restrukturisasi berjalan, Thai Airways coba membangkitkan asa dengan melakukan berbagai inovasi, mulai dari berbisnis restoran khas hidangan pesawat, menyewakan flight simulator, jasa pelatihan menjadi pramugari, sampai flight to nowhere atau terbang keliling Thailand untuk mengakomodir masyarakat yang rindu terbang.
Selain itu, Thai Airways juga tak segan menjual berbagai hidangan khas pesawat di berbagai supermarket ternama di Thailand.
Puncaknya adalah di pertengahan tahun 2021. Ketika itu, Thai Airways mulai menerbangi 13 bandara di 10 negara, mulai dari Filipina, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Australia, Inggris, Perancis, Jerman, Swiss, dan Denmark, direct baik dari Bangkok ataupun Phuket, sampai akhir September di tahun yang sama.
Itu semua merupakan bagian dari program mendukung Project Sandbox, sejenis program Vaccine Tourism Hub atau pusat hub vaksinasi bagi wisatawan di Thailand tanpa perlu menjalani karantina mandiri terlebih dahulu; sesuatu yang hampir mustahil dilakukan di luar Project Sandbox Thailand.
Rata-rata penumpang pun, sebagaimana dilansir Simple Flying, mengalami peningkatan, dari semula 311 penumpang pada Oktober menjadi 1.067 di bulan November dan 2.559 di bulan Desember.
Upaya tersebut pun sukses membuahkan hasil. Tahun 2021 ditutup dengan laba sebesar sebesar 55 miliar baht (US$1,68 miliar) atau sekitar Rp24,1 triliun. Laba tersebut yang terbesar tentu saja bukan datang dari penerbangan penumpang, melainkan penerbangan kargo. 50 persen dari laba tahun 2021 datang dari penerbangan kargo dengan total 10 miliar baht (US$305,96 juta).
Selain itu, pendapatan berkali-kali lipat dari tahun 2020 tersebut juga didukung dengan pendapatan lain dari penjualan aset dan tentu saja suntikan dana sebesar 61,8 miliar baht (US$1,89 miliar) sebagai bagian dari restrukturisasi.
Baca juga: Waduh! Berat Badan Berlebih Tak Bisa Duduk di Kelas Bisnis Thai Airways
Di tahun 2022 ini, jumlah penumpang mengalami penurunan sebesar 20 persen di banding Desember 2021. Dari segi armada, Thai Airways melakukan perampingan dengan mengoperasikan 67 pesawat dari semula 83 pesawat.
Selain itu, maskapai juga terus memperluas dan meningkatkan penerbangan internasional ke London, Frankfurt, Kopenhagen, Zurich, Singapura, Melbourne, dan Kuala Lumpur.