Pemberitaan media belakangan ini terkonsentrasi terhadap status Gunung Agung di Karangasem, Bali yang sudah meningkat menjadi awas. Dengan tiga ratus gempa tremor yang terjadi pada Minggu (24/9/2017), rentang tengah malam hingga dini hari, seolah menjadi pertanda bahwa salah satu dari tiga gunung vulkanik di Pulau Dewata ini siap meletus kapan saja. Ditambah kepulan asap putih membumbung setinggi 200 meter di atas kawah, menandakan gunung tersebut siap memuntahkan laharnya.
Baca Juga: Aktivitas Magma Gunung Agung Meningkat, Angkasa Pura I Siap Antisipasi Dampak Erupsi
Untuk menindaklanjuti kemungkinan Gunung Agung yang bisa meletus kapan saja, evakuasi warga yang tinggal di sekitaran gunung tersebut pun mulai dilakukan secara mandiri. Seperti yang dilansir KabarPenumpang.com dari berbagai sumber, hingga saat ini sudah lebih dari 350.000 warga yang diungsikan ke penampungan sementara. Kemungkinan angka tersebut akan berlipat ganda jika letusan terjadi. Adapun posko pengungsian terletak di radius 9 km dan 1 2km dari kawah Gunung Agung.
Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mengumumkan beberapa daerah yang berpotensi hancur akibat letusan gunung berapi tertinggi di Bali ini. Daerah yang berpotensi tinggi mengalami kehancuran akibat aliran lava mencakup 7 km sebelah barat laut jarak maksimum dari kawah, 13 km sebelah timur laut jarak maksimum dari kawah, dan 11 km sebelah tenggara jarak maksimum dari kawah.
Diketahui, Gunung Agung terakhir meletus pada tahun 1963 dan beristirahat hingga kini. Pada letusan yang terjadi sejak 2 Februari 1963 hingga 27 Januari 1964, menewaskan 1.549 orang, menghancurkan 1.700 rumah, dan sekitar 225.000 orang kehilangan mata pencaharian mereka. Tidak hanya berdampak pada warga Bali, letusan gunung tersebut pun tercatat menurunkan suhu bumi sebesar 0,4 derajat celcius. Hal itu disebabkan oleh material vulkanik dari gunung yang terbang hingga jarak 14.400 km dan “bersemayam” di atmosfer bumi.
Mengingat Pulau Dewata merupakan destinasi wisata favorit para wisman, mulai banyak travel advise yang diterbitkan oleh beberapa negara, karena pemberitaan tentang gunung ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Sebut saja Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia menyarankan agar menunda semua kegiatan di luar ruangan yang dilakukan oleh warganya di Bali. Wisatawan didesak oleh Departemen untuk selalu waspada saat berkunjung ke Bali, terutama ketika kondisi yang kurang kondusif seperti sekarang.
Berbeda dengan Kementerian Luar Negeri Inggris yang mendesak semua warga negaranya yang berada di Bali untuk tetap mematuhi peraturan yang diberlakukan oleh pihak berwenang dan tetap berada di luar zona eksklusi.
Baca Juga: Operasional Bandara Ngurah Rai di Bawah Bayang-Bayang Erupsi Gunung Agung
Sementara itu, pihak Bandara Internasional Ngurah Rai mengaku masih menjalankan roda penerbangan secara normal. “Penerbangan dari dan ke Bandara Ngurah Rai hingga saat ini masih terpantau normal, dengan melayani 50.000 hingga 60.000 pelancong keluar masuk setiap harinya,” tutur General Manager Bandara Internasional Ngurah Rai, Yanus Suprayogi.
Adapun AirNav Indonesia menyiapkan skenario pengalihan penerbangan menuju Bali jikalau Gunung Agung erupsi. Setidaknya, ada 10 bandara yang siap menampung penerbangan menuju bandara Ngurah Rai, yaitu Jakarta, Solo, Surabaya, Banyuwangi, Lombok, Ambon, Manado, Makassar, Balikpapan, dan Kupang.
“Kita akan buat skenario yang detail jika ada erupsi. Kalau terjadi siang bagaimana, sore bagaimana, kalau malam bagaimana. Karena ini berbeda situasi traffic-nya kalau pagi-siang sibuk, mungkin malam agak sepi. Tapi paling penting kita mengatasi pesawat yang di udara ini tidak terkena abu,” papar Direktur AirNav Indonesia, Novie Riyanto.