Banyak pihak tidak bertanggung jawab yang mengambil keuntungan dengan memanfaatkan celah dan hal ini diakui oleh platform digital Grab yang mendapatkan serangan tersebut. Mereka mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, Grab mendapat beberapa jenis penipuan.
Baca juga: Grab Minta Pengemudi dan Penumpang Isi Form Pernyataan Kesehatan Sebelum Melakukan Perjalanan
Head of Technology, Integrity Group, Transport, and Patents Office Grab, Wui Ngiap Foo menyebutkan, penipuan tersebut dalam berbagai bentuk seperti GPS palsu, mitra pengemudi yang membuat banyak akun hingga pembajakan akun melalui rekayasa sosial yakni pencurian OTP atau One Time pasword.
“Cara yang digunakan untuk rekayasa sosial pun semakin pintar yang mana tujuannya demi mendapat OTP serta mengakses akun si pengguna. Grab tidak pernah meminta OTP atau data pribadi dengan iming-iming hadiah ataupun memberi bantuan,” kata Wui yang dikutip KabarPenumpang.com dari berbagai laman sumber.
Inilah yang kemudian membuat Grab berupaya meningkatkan awareness dan edukasi pengguna sehingga bisa melindungi akun mereka. Wui mengatakan, Grab juga melakukan kerja sama dengan penegak hukum di berbagai negara tempatnya beroperasi termasuk Indonesia dan Singapura.
Hal tersebut dilakukan Grab karena menilai tindakan fraud atau penipuan bukan hanya tanggung jawab satu orang. Grab juga melakukan investasi dibidang kecerdasan buatan dan machine learning.
“Karena AI satu-satunya cara untuk keep up dengan jumlah serangan dan praktik fraud. Kami berupaya untuk selalu selangkah di depan fraudster. AI jadi alat mayor kami untuk menangani insiden keamanan di online atau offline,” katanya.
Wui mengatakan, penipuan itupun bersifat kompleks, mulai dari orang yang bersembunyi di balik akun pengguna, membuat akun palsu dengan nama salah satu pengguna, sampai ada juga yang berpura-pura tidak bersalah.
“Yang kami coba lakukan adalah melindungi pengguna. Kami mencoba memahami behaviour journey pelanggan. Contohnya jika seseorang merupakan pengguna normal, Grab bisa melihat riwayat browsing-nya di aplikasi. Misalnya ingin memesan kendaraan, pengguna sungguhan akan memeriksa tarif atau harga,” katanya.
Selain itu jika ingin memesan makanan, pengguna normal akan bolak balik mengecek mana makanan yang diinginkan. Semua itu pun terekam di histori yang hanya bisa diakses oleh Grab.
Dia menjelaskan bahwa metode ini sebagai AI powered behavior modelling. Sehingga dari perilaku penjelajahan inilah, Grab dapat memetakan dan menentukan bagaimana pengguna asli berperilaku dan bagaimana pengguna palsu masuk ke akun, kemudian akan langsung mengambil uang yang disimpan di wallet.
“Dari situ akan ada grafik perilaku dan bisa memunculkan penilaian, berbasis itulah, kami bisa mengambil langkah, misalnya membatasi arus kas dan lain-lain,” katanya.
Baca juga: Wajib Selfie, Jadi Syarat Naik Grab di Malaysia
Ke depan, Grab juga akan meluncurkan autentikasi QR Code untuk memastikan keamanan digital pada transaksi di desktop. Di mana, pengguna perlu memindai QR code tersebut sebagai tambahan lapisan keamanan. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan keamanan transaksi yang dilakukan memang benar dibuat oleh penggunanya.