Salah satu maskapai regional terbesar di Eropa, Flybe, dilaporkan telah bangkrut akibat jumlah penumpang yang terus menurun. Tentu saja penurunan drastis penumpang akibat wabah virus corona yang makin mewabah di seluruh dunia.
Baca juga: Virus Corona Bikin Singapore Airlines Turun Kelas Jadi Maskapai LCC?
Dikutip dari laman theguardian.com, Jumat, (6/3), selain diakibatkan anjloknya jumlah penumpang, maskapai terbesar di Inggris yang mengoperasikan hampir 40 persen dari penerbangan domestik, juga dinyatakan bangkrut akibat tak mendapatkan suntikan dana segar dari pemerintahan yang dipimpin PM Boris Johnson tersebut sebesar 100 juta poundsterling Rp1,8 triliun guna menstabilkan bisnisnya.
Selain itu, maskapai yang pada 2019 lalu diambil alih oleh konsorsium Connect Airways, perusahaan patungan milik Virgin Atlantic, Stobart Air, dan Cyrus Capital senilai 2,8 juta dolar AS tersebut juga menjanjikan memberikan investasi besar. Kala itu, konsorsium berjanji akan menggelontorkan dana 130 juta dolar AS atau Rp1,8 triliun untuk maskapai yang telah berdiri sejak 1979 tersebut.
Bangkrutnya Flybe mungkin agak aneh, mengingat maskapai itu melayani sekitar 30 bandara di Eropa atau salah satu yang terbesar. Setiap tahun, Flybe juga mengangkut sebanyak 8 juta penumpang dengan 74 armada pesawat dan memperkerjakan sekitar 2.000 karyawan.
Kepala Eksekutif Connect Airways, Mark Anderson, mengatakan, sebetulnya perusahaan telah melakukan sejumlah langkah-langkah penyelamatan sebelum benar-benar bangkrut, seperti efisiensi bahan bakar serta memaksimalkan segala profit yang masih mungkin dicapai. Namun, pada akhirnya, demand yang menurun, persaingan bisnis yang ketat, ditambah gagalnya suntikan modal dari pemerintah, membuat perusahaan tak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan bisnisnya.
“Inggris telah kehilangan salah satu aset regional terbesarnya. Flybe telah menjadi bagian penting dari industri penerbangan Inggris selama empat dekade, menghubungkan komunitas regional, orang-orang dan bisnis di seluruh negara,” katanya.
Dengan bangkrutnya Flybe, praktis calon penumpang yang telah membeli tiket sangat dirugikan. Pasalnya, Flybe memang menyatakan tidak sanggup untuk memberikan jalan keluar berupa penerbangan pengganti bagi para calon penumpang. Namun, beberapa perusahaan pun hadir dengan memberikan solusi.
Di antara perusahaan-perusahaan tersebut ialah Great Western Railway, South Western Railway, TransPennine Express, dan Avanti West Coast, perusahaan kereta di bawah kendali operator First Rail yang menawarkan perjalanan gratis bagi para calon penumpang dan staf. Kemudian ada juga EasyJet, maskapai berbiaya rendah asal Inggris, yang menawarkan harga miring bagi para calon penumpang dan penerbangan gratis bagi para staf untuk pulang ke wilayahnya masing-masing.
Bangkrutnya Flybe juga menjadi sinyal buruk bagi para maskapai penerbangan di Inggris (karena sudah dua maskapai bangkrut dalam tempo hanya enam bulan setelah September lalu maskapai Thomas Cook telah lebih dahulu bangkrut) serta maskapai penerbangan di seluruh dunia, mengingat International Air Transport Association (IATA) atau Asosiasi Transportasi Udara Internasional telah memperkirakan bahwa maskapai global tahun ini sebesar US$29 miliar atau Rp417 triliun atau turun 4,7 persen sepanjang 2020, tak terkecuali dengan maskapai Indonesia. Salah satunya seperti Garuda Indonesia.
Baca juga: Terjebak ‘Badai’ Corona, Nasib Pesawat Widebody Sejumlah Maskapai Jadi Tak Jelas
Sebagaimana yang umum diketahui, maskapai pelat merah itu memiliki utang yang akan jatuh tempo Mei 2020. Totalnya mencapai US$500 juta atau sekitar Rp6,82 triliun. Di samping itu, total kewajiban (utang) Garuda per September 2019 sudah tembus US$3,51 miliar atau setara dengan Rp47 triliun (asumsi kurs Rp 13.600 per US dollar).
Bila Flybe yang tak mendapatkan suntikan total modal sebesar Rp3,6 triliun serta memiliki utang sebesar Rp320 miliar saja bangkrut, lantas bagaimana dengan Garuda Indonesia bila tak berhasil mendapatkan utang baru untuk menutup utang lamanya yang notabene jauh besar jumlah utangnnya? Selain itu, normalnya, untuk dapat memangkas jumlah utang, maskapai harus meningkatkan profitnya, seperti apa yang dilakukan easyjet, maskapai LCC asal Inggris, pada 2010 lalu yang selamat dari utang dan ancaman bangkrut dengan meningkatkan profit. Dengan kondisi iklim penerbangan yang tengah memburuk akibat virus corona, bagaimana Garuda Indonesia dapat meningkatkan profit untuk memangkas jumlah utang?
sebetulnya perusahaan telah melakukan sejumlah langkah-langkah penyelamatan sebelum benar-benar bangkrut, seperti efisiensi bahan bakar serta memaksimalkan segala profit yang masih mungkin dicapai. Tapi, pada akhirnya, demand yang menurun, persaingan bisnis yang ketat, ditambah gagalnya suntikan modal dari pemerintah, membuat perusahaan tak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan bisnisnya.
sebetulnya perusahaan telah melakukan sejumlah langkah-langkah penyelamatan sebelum benar-benar bangkrut, seperti efisiensi bahan bakar serta memaksimalkan segala profit yang masih mungkin dicapai. Tapi, pada akhirnya, demand yang menurun, persaingan bisnis yang ketat, ditambah gagalnya suntikan modal dari pemerintah, membuat perusahaan tak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan bisnisnya.
Salah satu maskapai regional terbesar di Eropa, Flybe, dilaporkan telah bangkrut akibat jumlah penumpang yang terus menurun. Tentu saja penurunan drastis penumpang akibat wabah virus corona yang makin mewabah di seluruh dunia.selain diakibatkan anjloknya jumlah penumpang, maskapai terbesar di Inggris yang mengoperasikan hampir 40 persen dari penerbangan domestik, juga dinyatakan bangkrut akibat tak mendapatkan suntikan dana segar dari pemerintahan
Salah satu maskapai regional terbesar di Eropa, Flybe, dilaporkan telah bangkrut akibat jumlah penumpang yang terus menurun. Tentu saja penurunan drastis penumpang akibat wabah virus corona yang makin mewabah di seluruh dunia.selain diakibatkan anjloknya jumlah penumpang, maskapai terbesar di Inggris yang mengoperasikan hampir 40 persen dari penerbangan domestik, juga dinyatakan bangkrut akibat tak mendapatkan suntikan dana segar dari pemerintahan
Salah satu maskapai regional terbesar di Eropa, Flybe, dilaporkan telah bangkrut akibat jumlah penumpang yang terus menurun. Hal ini diakibatkan karena mewabahnya virus corona yang sudah menyeluruh menyebar didunia. Selain itu , diakibatkan tidak mendapatkan suntikan dana dari pemerintah . Sehingga untuk pembiayaan utang agak sulit didapat . Walaupun langkah-langkah sudah dilakukan tetap tidak bisa memperbaiki maskapai flybe. Dengan bangkrutnya flybe , penumpang yang sudah membeli tiket merasa dirugikan . Dan flybe, tidak mamlu untuk memberikan jalan keluar berupa penerbangan pengganti. Bangkrutnya maskapai flybe menjadi sinyal buruk bagi maskapai penerbangan di Inggris.
Sebagaimana yang umum diketahui, maskapai pelat merah itu memiliki utang yang akan jatuh tempo Mei 2020. Totalnya mencapai US$500 juta atau sekitar Rp6,82 triliun. Di samping itu, total kewajiban (utang) Garuda per September 2019 sudah tembus US$3,51 miliar atau setara dengan Rp47 triliun (asumsi kurs Rp 13.600 per US dollar).