Monday, November 25, 2024
HomeBandaraGegara Pandemi, Teknologi dan Layanan Penerbangan ini Harus Diadopsi Lebih Cepat

Gegara Pandemi, Teknologi dan Layanan Penerbangan ini Harus Diadopsi Lebih Cepat

Sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, revolusi teknologi dalam industri penerbangan sudah dimulai di berbagai belahan dunia baik di bandara maupun maskapai. Tetapi karena pandemi semua dituntut untuk bisa lebih cepat dalam membuat perjalanan penumpang yang aman dan nyaman.

Baca juga: Eurostar Hadirkan Sistem Pemindaian Wajah, Penumpang Lintas Negara Tak Perlu Perlihatkan Tiket dan Paspor

KabarPenumpang.com merangkum nationalgeographic.com (13/8/2020), di bandara dan di dalam pesawat mengudara, banyak yang diperlukan saat ini seperti robot pembersih, seragam yang kini menyerupai alat pelindung diri (APD) dan pemeriksaan kesehatan wajib yang bisa menjadi standar perjalanan udara di masa depan. Berikut ini beberapa teknologi yang dapat mengubah pengalam terbang para pelancong.

1. Robot yang membantu dalam pembersihan
Selama pandemi, desinfektan menjadi hal baru dan ultraviolet C (UV-C) menjadi yang terdepan dan bisa merusak DNA serta RNA virus sehingga membuatnya bereplikasi dan mati. Saat ini Bandara Internasional Pittsburgh, telah bekerja dengan startup lokal Carnegie Robotics untuk menguji robot pembersih otonom yang menggunakan tekanan air dan desinfektan kimiawi sebelum pandemi. Bahkan perusahaan ini menawarkan untuk memasang komponen UV-C.

Robot ini mampu bekerja selama sepuluh jam sehari sebelum perlu untuk diisi ulang. Sedangkan Bandara Internasional Cincinnati di Northern Kentucky, juga memiliki robot pembersih yang menggunakan teknik lebih tradisional dan mirip Roomba. Robot yang dibuat oleh AvidBots Kanada ini menggunakan teknologi 3D dan laser untuk memetakan rute dan mengalihkan di sekitar kios, gerobak makanan atau membantu anak-anak tersesat.

2. Wajah Anda sebagai paspor
Beberapa bandara dan maskapai sebelum pandemi terjadi sudah menggunakan teknologi tanpa sentuh untuk mempercepat pengalaman naik pesawat. Andrew O’Connor, wakil presiden manajemen portofolio di Sita mengatakan, teknologi yang ada akan menjadi lebih populer dan lebih cepat dari yang diharapkan.

“Anda dapat menggunakan wajah Anda tanpa harus terlalu sering menyentuh,” kata dia.

Wajah akan dipindai dengan perangkat biometrik dan sebagaian besar menggunakan sensor yang memungkinkan fitur unik seseorang, seperti lekukan telinga, bentuk dahi yang bisa membuktikan identitas. Maskapai seperti Delta, Air France dan JetBlue telah mulai meluncurkan proses boarding biometrik sebelum pandemi.

3. Pemeriksaan kesehatan menjadi standar
Tak lagi menggunakan termometer biasa, beberapa bandara kini mulai menguji kamera skrining termal berjalan yang beroperasi dengan mendeteksi panas yang berasal dari tubuh seseorang dan kemudian memperkirakan suhu intinya. Perangkat baru bernama Symptom Sense dapat memberikan gambaran yang lebih baik kepada maskapai penerbangan tentang status kesehatan penumpang. Alat itu terlihat dan berfungsi seperti gerbang detektor logam yang dilalui para pelancong dalam perjalanan menuju penerbangan mereka.

Dalam lima detik alat ini mengumpulkan suhu penumpang, kadar oksigen dalam darah, detak jantung, dan laju pernapasan. Derek Peterson, CEO Soter Technologies, perusahaan di balik Symptom Sense, mengatakan bahwa teknologi tersebut diluncurkan pada bulan Juni dan dia sudah dalam pembicaraan dengan bandara, maskapai penerbangan dan TSA tentang menambahkan perangkat untuk memeriksa tanda vital penumpang sebagai bagian dari prosedur penyaringan.

“Pada dasarnya kami meniru kunjungan dokter. Anda ingin membangun pendekatan berlapis untuk mengetahui apakah seseorang sehat atau tidak sehat,” kata dia.

4. Aplikasi seluler membantu perjalanan
Penumpang telah menggunakan ponsel cerdas selama lebih dari satu dekade untuk check in penerbangan, mencari tahu apakah mereka akan ketinggalan koneksi putar cepat, atau berganti kursi. Tetapi perangkat seluler akan menjadi lebih menonjol dalam pengalaman terbang selama Covid-19. Saat pengenalan wajah tidak tersedia, aplikasi seluler dapat berinteraksi dengan kios dan gerbang untuk mengurangi sentuhan.

“Apa pun yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi jumlah orang yang terjebak adalah ide yang bagus,” kata Paloma Beamer, seorang profesor kesehatan masyarakat di Universitas Arizona.

Di Bandara Internasional Miami dan beberapa bandara Amerika Serikat lainnya, perangkat lunak analitik gerak yang disebut Safe Distance dipasang untuk membantu penumpang mempraktikkan jarak sosial dan untuk mengumpulkan data tentang bagaimana orang berkumpul dan bergerak melalui antrean. Sistem menggunakan kamera untuk melacak pergerakan dan komputer untuk menghitung angka.

5. Awak kabin punya seragam baru
Saat ini awak kabin tak lagi berpakaian rapi seperti biasanya, mereka telah menggunakan APD untuk perlindungan diri. Beberapa maskapai yakni Qatar Airways, AirAsia, Thai Airways, dan Philippine Airlines telah membuat awak kabin menggunakan APD setiap bertugas dalam penerbangan mereka. AirAsia bahkan bukan menggunakan APD melainkan membuat seragam awak kabin seperti kostum hazmat yang dilengkap dengan masker, dan kacamata atau faceshield.

Tak hanya itu, awak kabin Philippine Airlines memakai pelindung wajah dan jumpsuits putih bergaya medis dengan garis pelangi di satu bahu. Dr. Niket Sonpal, seorang ahli gastroenterologi di Touro College of Medicine mengatakan, mode fungsional seperti ini baik untuk digunakan tetapi mereka harus menggunakannya seperti tengah berada di lingkungan medis.

“Harus ada pelatihan APD,. Bagaimana cara memakainya, bagaimana tidak gelisah dengannya, lalu bagaimana cara melepasnya,” ujar Niket.

Baca juga: Antisipasi Covid-19, Awak Kabin AirAsia Punya Seragam Baru Mirip Kostum Hazmat

Tujuannya tetap untuk melindungi penumpang dan pramugari, yang berisiko tinggi terkena Covid-19 di tempat kerja. Awak kabin dan pekerja penting lainnya membutuhkan dukungan dari tempat kerja mereka dan orang-orang di sekitar mereka untuk mengikuti pedoman kesehatan seperti memakai masker dan membersihkan tangan mereka.

“Masih banyak yang belum diketahui tentang novel coronavirus ini,” katanya.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru