Pesawat, sekalipun sudah dilengkapi dengan teknologi super canggih, tetap saja memiliki batasan-batasan tertentu. Hal itulah yang pada akhirnya membuat pesawat tidak terbang atau bisa juga dibilang menghindari wilayah tertentu.
Di tulisan sebelumnya, redaksi KabarPenumpang.com sudah membahas tuntas alasan mengapa pesawat dilarang terbang di atas kakbah serta alasan mengapa pesawat tidak terbang di atas Antartika. Selain dua hal itu, ternyata, pesawat pada umumnya juga menghindari terbang di atas Pegunungan Himalaya. Setidaknya, ada enam alasan terkait hal itu.
Oleh karenanya, agar lebih jelas, berikut kami sarikan dari laman Simple Flying, enam asalan mengapa pesawat tidak terbang di atas Pegunungan Himalaya.
1. Terlalu tinggi
Secara teknis, banyak pesawat modern dapat terbang melintasi Himalaya. Hanya saja, Himalaya merupakan wilayah yang sangat luas. Panjangnya lebih dari 2.300 kilometer dengan ketinggian rata-rata lebih dari 6.000 meter. Puncak tertingginya adalah Gunung Everest yang mencapai 8.848 meter. Itu berarti, pesawat komersial jarak jauh beberapa di antaranya sudah dipastikan tak bisa melewati wilayah ini, seperti Boeing 777-300.
2. Kurangnya medan datar
Wilayah yang luas dan tinggi rupanya masih belum cukup menghalangi pesawat untuk terbang di atas langit Himalaya. Ada hal lain yang juga turut menghalangi, yakni kurangnya medan datar. Saat ini, hanya ada dua bandara dengan landasan pacu yang mumpuni di sana, yakni Bandara Gonggar Lhasa dengan landasan pacu sepanjang 4.000 meter dan Bandara Internasional Tribhuvan Kathmandu yang memiliki landasan pacu 3.350 meter.
3. Area konflik
Sudah bukan satu ada dua pesawat yang mengalami kecelakaan saat melintasi area konflik. Teranyar, pesawat Boeing 737-800 Ukraina International Airlines 752 mungkin bisa jadi salah satu bukti betapa bahayanya bila pesawat komersial melintasi wilayah konflik.
Himalaya sebetulnya masuk ke dalam lima negara, Pakistan, India, Cina, Bhutan, dan Nepal. Dari kelima itu, Cina dan India menjadi dua negara yang kerap berseteru memperebutkan satu-dua wilayah di pegunungan tersebut. Muara dari itu, latihan militer pun kerap dilakukan.
Selain itu, selaku negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, Cina sangat superior untuk mengatur lalu lintas di Himalaya. Sayangnya, Negeri Tirai Bambu itu kerap melarang maskapai komersial melintas. Hanya maskapai Cina yang diizinkan melintasi wilayah tersebut.
4. Kondisi darurat
Saat terbang dengan aman di FL34 di atas puncak tertinggi Himalaya, udara sangat tipis. Bila penerbangan normal, mungkin tak ada masalah. Namun, bila terjadi dekompresi dan pesawat dipaksa turun ke ketinggian sekitar 10 ribu kaki untuk mengamankan pasokan oksigen, tentu hal itu akan sangat membahayakan, mengingat ketinggian tersebut masih dalam range pegunungan.
Baca juga: Bandara Pakyong di Timur Laut India, Tawarkan Eksotisme Himalaya
5. Turbulensi
Ketinggian ekstrem membuat cuaca di sekitaran Pegunungan Himalaya cepat berubah. Sudah begitu, udara yang jernih juga membuat kinerja radar menurun. Akibatnya, potensi turbulensi atau clear air turbulence jadi meningkat dan membuat penerbangan jadi riskan.
6. Bahan bakar membeku
Semakin tinggi terbang, semakin dingin. Bahan bakar pesawat nyatanya bisa saja membeku pada -47 derajat Celcius di sekitaran langit Himalaya. Guna menghindari hal itu, pesawat biasanya terbang lebih rendah untuk mendapatkan udara yang lebih hangat. Namun, hal itu bukan sebuah pilihan terbaik saat terbang di Himalaya.