Garuda Indonesia dipaksa menelan pil pahit usai temuan Otoritas Kesehatan Hong Kong, Centre for Health Protection (CHP), soal adanya empat penumpang positif Covid-19 dalam penerbangan GA876. Flag carrier Indonesia itu dilarang membawa penumpang masuk Hong Kong mulai 22 Juni – 5 Juli mendatang. Adapun penerbangan kargo tetap diizinkan seperti biasa. Begitu laporan media lokal China Daily.
Baca juga: Rute ke Hong Kong Lesu, Garuda Indonesia Susutkan Frekuensi Penerbangan Jadi 2 Kali Seminggu!
Larangan tersebut pun makin memperparah bisnis angkutan penumpang Garuda terhadap Hong Kong. Sebagai negara ketiga penampung TKI terbanyak serta lima besar investor asing Indonesia, Hong Kong memang menjadi salah satu rute internasional paling potensial Garuda Indonesia.
Akan tetapi, sejak beberapa tahun belakangan, bisnis penerbangan penumpang dan kargo Garuda Indonesia ke Hong Kong mulai meredup. Bukan karena tertinggal dengan maskapai lain, melainkan karena faktor internal dan eksternal negara tersebut.
Petaka pertama Garuda Indonesia datang di tahun 2019. Ketika itu, gelombang protes besar-besaran menetang RUU Ekstradisi terjadi sekitar bulan Juni di seantero Hong Kong dan dalam tempo yang cukup lama.
Jangankan Garuda Indonesia, tiga maskapai raksasa, Singapore Airlines, Qantas, dan Cathay Pacific, pun juga turut kena imbas. Rata-rata dari mereka load factor turun belasan sampai puluhan persen. Garuda Indonesia sendiri, di masa terjadinya gelombang protes menetang RUU Ekstradisi Hong Kong, sampai memangkas 12 penerbangan, dari 14 penerbangan menjadi hanya dua penerbangan sepekan.
Saat gelombang protes mulai mereda menyusul dicabutnya RUU Ekstradisi pada bulan Oktober dan penerbangan penumpang serta kargo mulai kembali pulih, pandemi Covid-19 pun membawa petaka lanjutan bagi bisnis Garuda Indonesia di Hong Kong.
Adanya larangan terbang oleh otoritas Hong Kong dan pemerintah Indonesia membuat penerbangan penumpang lumpuh berbulan-bulan. Di 2020, penerbangan penumpang baru bisa kembali di bulan September sepekan sekali, bersama rute-rute internasional lainnya seperti Jepang, Malaysia, Singapura, Australia, dan Belanda.
Sepanjang tahun 2020 lalu, Bandara Hong Kong tercatat kehilangan 89 persen penumpang, terendah sejak 1985.
Saat ini, pergerakan penumpang juga belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan drastis. Selain virus Corona masih merajalela di sejumlah negara, mengingat Hong Kong tidak memiliki penerbangan domestik dan mengandalkan penerbangan internasional, aturan karantina ketat juga menjadi penghalang masuknya wisatawan ke Hong Kong.
Baca juga: Akhir 2021, Startup Hong Kong Luncurkan Layanan Drone Penumpang Pertama! Target Selanjutnya Indonesia
Sejak awal pandemi, otoritas Hong Kong melibatkan teknologi gelang elektronik canggih untuk mengontrol warga dan wisatawan, dibarengi dengan sejumlah kontrol dan aturan ketat lainnya. Gelang itu diberikan kepada turis maupun masyarakat yang baru pulang bepergian dari luar negeri untuk memantau mereka selama fase karantina mandiri.
Meski kasus virus Corona di sana sudah mereda, tetapi aturan ketat masih dijunjung tinggi. Mulai 20 Februari 2021 lalu, otoritas Hong Kong telah menerapkan kebijakan karantina mandiri selama 14 hari untuk kru pesawat, baik itu pramugari maupun pilot. Saat memasuki hari ke-15, mereka tetap akan mendapat pengawasan penuh petugas selama tujuh hari.