Bagi avgeek atau orang awam sekalipun di seluruh dunia, mungkin beberapa waktu pernah melihat pesawat dengan ekor berbentuk T-tail. Beberapa pesawat lainnya juga pernah terlihat menggunakan ekor tailplane. Kendati sama-sama bisa mendukung aerodinamika pesawat, lantas, apa perbedaan antara keduanya?
Baca juga: Mengenal Pengujian Statis, Proses Sertifikasi Pesawat Tanpa Perlu Terbang
Sebelum jauh ke sana, ekor pesawat pada umumnya memiliki fungsi sebagai penstabil atau stabilitator dan kontrol pesawat dalam penerbangan. Biasanya, itu terbagi menjadi dua, vertical tail fin dan horizontal stabilizer. Pada keduanya, ada elevator untuk mengontrol pitch pesawat serta rudder untuk kemudi.
Di semua pesawat jet komersial besar di dunia, seperti Boeing 747, Airbus A380, dan lain sebagainya, horizontal stabilizer biasanya terletak sejajar dengan badan pesawat. Namun, di banyak pesawat, horizontal stabilizer terletak di bagian atas tail fin. Inilah yang pada akhirnya disebut sebagai T-tail.
Dikutip dari Simple Flying, pesawat-pesawat Boeing dan Airbus saat ini rata-rata sudah menggunakan tailplane atau horizontal stabilizer yang sejajar dengan badan pesawat. Tetapi, di masa lalu, Boeing lekat dengan T-tail, seperti pesawat Boeing 717 atau McDonnell Douglas MD-95 dan 727.
Di luar itu, secara historis, pesawat-pesawat lainnya juga menggunakan ekor-T atau T-tail. Mencakup BAC One-Eleven, DC-9, MD-80, dan MD-90. Berlanjut ke Vickers VC-10, Fokker F28, F70, dan F100, Tupolev Tu-135, Tu-154, serta Ilyushin Il-62.
Selain digunakan pesawat ket komersial besar, jet komersial dan bisnis ukuran kecil juga banyak yang menggunakan ekor-T, seperti Bombardier CRJ Series, Embraer ERJ, BAe 146/Avro RJ, Learjet, dan Gulfstream.
Di luar dua itu, pesawat-pesawat militer juga menggunakan T-tail, termasuk Lockheed C-5 Galaxy, Boeing C-17, Airbus A400M, dan Illyushin Il-76. Pada pesawat militer pengangkut, T-tail memang lebih relevan karena mempengaruhi muatan ekstra.
Menempatkan horizontal stabilizer di bawah ataupun di bagian atas, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri berbasis pada teori. Untuk horizontal stabilizer di bagian atas hingga membentuk ekor huruf T, ini diyakini bisa mencegah aliran udara yang terhalang di belakang sayap dan mesin. Biasanya, T-tail dipasangkan dengan penggunaan mesin di badan pesawat, seperti Boeing 727 dan pesawat lainnya.
Penggunaan horizontal stabilizer di atas vertical tail fin juga berguna untuk short-field performance atau beroperasi di runway pendek. Aliran udara yang terganggu di atas horizontal stabilizer yang lebih rendah dari T-tail, membuat kontrol pesawat lebih sulit pada kecepatan rendah.
Baca juga: Inilah Celera 500L, Pesawat Mewah Paling Irit Sedunia atau Seirit Mobil dan Secepat Jet
Mengingat T-tail sudah ditinggalkan oleh pesawat-pesawat modern, sebetulnya, apa alasan dibalik itu? Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, lower horizontal stabilizer, yang sejajar dengan badan pesawat, lebih mudah dipasang dan dirawat. Kedua, T-tail sudah tak lagi dibutuhkan untuk short-field performance dengan hadirnya mesin jet berkekuatan besar. Ketiga, menghindari kemungkinkan deep stall.
Ketika pesawat di posisi high angle of attack, aliran udara yang terganggu di atas sayap akan mengalir ke stabilizer horizontal yang lebih tinggi atau T-tail dan membuat pesawat kehilangan pitch control. Insiden terkait ini pernah terjadi pada pesawat uji BAC One-Eleven tahun 1963 silam. Dari situ kemudian rekomendasi untuk penggunaan stabilizer horizontal yang lebih rendah menggema.