Undang-undang memperluas zona larangan terbang bagi pesawat tanpa awak atau drone di sekitaran bandara Inggris menjadi lima kilometer dari landasan pacu akan disahkan Pemerintah Inggris pada Maret 2019. Pemerintah dan Otoritas Penerbangan Sipil (CAA) membuat undang-undang tersebut untuk menghindari terjadinya kembali pelanggaran keamanan yang baru-baru ini dilakukan drone ilegal yang terbang dekat Bandara Heathrow dan Gatwick.
Baca juga: Drone Muncul (Lagi) di Bandara Dubai, Operasional Penerbangan Dihentikan 30 Menit
Dilansir KabarPenumpang.com dari laman airport-technology.com (21/2/2019), pemberlakuan jarak lima kilometer tersebut akan dimulai 13 Maret 2019 dan pelanggar akan dikenakan hukuman penjara hingga lima tahun. Operator drone atau pesawat tanpa awak sebelum menerbangkan juga harus mendapat izin dari pemerintah.
“Undang-undang jelas bahwa menerbangkan drone di dekat bandara adalah tindakan kriminal yang serius. Kami sekarang melangkah lebih jauh dan memperluas zona larangan terbang untuk membantu menjaga keamanan bandara kami dan langit kami. Kami juga berupaya meningkatkan kesadaran akan aturan yang berlaku. Siapa pun yang menerbangkan pesawat tanpa awak di sekitar bandara harus tahu bahwa mereka tidak hanya bertindak tidak bertanggung jawab, tetapi juga secara kriminal, dan dapat menghadapi hukuman penjara,” ujar Sekretaris Transportasi Inggris, Chris Grayling.
Menteri Dalam Negeri Sajid Javid mengatakan, akan memperpanjang pemberhentian dan pencarian untuk memasukkan drone dan membantu polisi mengatasi gangguan yang belum lama terjadi di bandara Inggris dan membawa pelaku ke ranah hukum.
“Polisi jelas bahwa mencari adalah salah satu alat paling ampuh yang mereka miliki untuk menargetkan dan mengganggu kejahatan dan saya tetap berkomitmen untuk memberi mereka semua dukungan yang mereka butuhkan untuk melindungi masyarakat,” ujar David.
Ini aturan Inggris, bagaimana dengan Indonesia mengatur regulasi terkait drone? Dirangkum dari berbagai laman sumber, Menteri Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri No.90/2015 Tentang Pengendalian Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak Di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia.
PM ini sendiri berlaku sejak 12 Mei 2015 lalu untuk menjaga keselamatan operasional penerbangan di ruang udara yang dilayani Indonesia dari kemungkinan bahaya (hazard) yang timbul karena pengoperasian drone. Dalam PM tersebut, drone tidak boleh dioperasikan di kawasan udara terlarang, kawasan terbatas dan keselamatan operasi penerbangan suatu bandara.
Pesawat tanpa awak ini juga tak boleh beroperasi pada ruang udar yang dilayani yaitu controlled airspace dan uncontrolled airspace pada ketinggian lebih dari 500 kaki atau 150 meter.
“Drone tidak boleh dioperasikan pada uncontrolled airspace pada ketingggian lebih dari 150 meter,” ungkap Direktur Navigasi Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto.
Namun untuk kepentingan pemerintah seperti patroli batas wilayah negara, wilayah laut, pengamatan cuaca, aktivitas hewan dan tumbuhan di taman nasional, survei dan pemetaan maka drone boleh dioperasikan di ketinggian lebih dari 150 meter dengan izin dari Dirjen Perhubungan Udara. Aktivitas lainnya adalah pemotretan perfilman dengan izin dari institusi berwenang.
Izin khusus pengoperasian drone harus dilengkapi persyaratan spesifikasi teknis airborne system, spesifikasi teknis ground system, maksud dan tujuan pengoperasian, rencana pengoperasian (flight plan) dan prosedur emergency.
Baca juga: Bandara Gatwick dan Heathrow Hadirkan Teknologi Anti Drone
“Izin khusus diberikan oleh Ditjen Perhubungan Udara untuk kepentingan keselamatan penerbangan. Permohonan izin disampaikan paling lambat empat belas hari kerja sebelum pelaksanaan pengoperasian drone,” jelas Novie.