Air Asia X memutuskan untuk angkat kaki dari Indonesia (melikuidasi unit bisnis). Hal itu dilakukan dalam rangka efisiensi untuk menyelamatkan bisnis perusahaan yang lebih luas. Saat ini, diperkirakan maskapai penerbangan jarak jauh berbiaya rendah ini membutuhkan US$100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun (kurs Rp 14.700) untuk menghindari kebangkrutan.
Baca juga: Hampir Bangkrut, AirAsia X Umumkan Empat Rencana Restrukturisasi! PHK Mengintai
“Kami kehabisan uang,” kata wakil ketua AirAsia X Lim Kian Onn kepada media lokal akhir pekan lalu, sebagaimana dikutip dari Simple Flying.
“Jelas, bank tidak akan membiayai perusahaan tanpa pemegang saham, baik lama maupun baru, memasukkan ekuitas baru. Jadi, prasyaratnya adalah ekuitas baru,” lanjutnya.
Menurut Lim, pihak kreditur telah meminta persyaratan yang menguntungkan mereka tanpa memikirkan maskapai, termasuk ekuitas baru untuk utang yang dihapuskan. “Sesuatu yang tidak mungkin dipenuhi oleh maskapai penerbangan,” tambahnya. Lim menyebut, semua pihak menginginkan kesepakatan yang terbaik melalui jalan tengah.
Dalam proses likuidasi perusahaan di Indonesia, AirAsia X membutuhkan dana untuk melunasi utang sebesar US$15,3 juta atau sekitar Rp 225,8 miliar (kurs Rp 14.700). Proposal pengajuan dana ini membutuhkan persetujuan investor dan kreditur.
Meski begitu, Lim mengatakan semua pihak ingin tetap mempertahankan dan memajukan maskapai. “Tidak ada yang bisa mendapatkan keuntungan dari kematian kami,” katanya. AirAsia berencana untuk melanjutkan penerbangan pada kuartal pertama, meskipun bisa berubah sewaktu-waktu.
“Jika rencana penyelamatan mendapat persetujuan, perusahaan harus menegosiasikan kembali setiap kontrak dan akan melakukan yang terbaik untuk menjaga kepentingan semua pemangku kepentingan,” jelas diakatanya.
AirAsia X diketahui beroperasi di Indonesia sejak 2006 lalu. Karena hukum di Indonesia tidak memperbolehkan perusahaan asing mempunyai saham mayoritas di sini, AirAsia X Bhd (Berhad) hanya memiliki saham sebesar 49 persen di Indonesia Air Asia X. Sisanya dimiliki oleh perusahaan dalam negeri, Fersindo Nusaperkasa. Maskapai ini melayani penerbangan jarak jauh bagi Indonesia AirAsia yang berbasis di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali.
Baca juga: Rilis Logo Baru, AirAsia Resmi Jadi Super App dan Tawarkan Diskon Tiket 50 Persen
Selain stop operasi di Indonesia, AirAsia Group Bhd diketahui juga telah menghapusbukukan 49 persen sahamnya di Thai AirAsia X. Tak hanya itu, Air Asia Berhad juga stop operasi di Jepang dengan memutus hubungan bersama maskapai afiliasinya.
Secara makro, Air Asia Group sebetulnya dalam kondisi sangat mengkhawatirkan. Saat ini, perusahaan pimpinan Tony Fernandes dan Kamarudin Meranun selaku CEO itu dihadapkan dengan hutang jangka pendek senilai US$500 juta. Di dekade mendatang lebih mengerikan lagi, mereka mempunyai sekitar US$14 miliar atau sekitar Rp206 triliun (kurs Rp 14.700) hutang jatuh tempo.