Virus corona masih terus menghantui masyarakat dunia. Masyarakat pun dihimbau untuk senantiasa menjaga jarak sosial atau social distancing satu sama lain guna memutus rantai penyebaran Covid-19. Hal itu dinilai efektif ketika satu dengan yang lainnya tidak saling mengetahui siapa dan kapan di antara mereka akan terpapar Covid-19.
Baca juga: Pemindahan Penerbangan dari Bandara Adisucipto ke YIA, Bagian dari Upaya Social Distancing
Dikutip dari euronews.com, Senin, (23/3), meskipun berat, upaya warga dunia dalam menerapkan social distancing rupanya terus dilakukan di berbagai lini kehidupan, tak terkecuali dalam urusan beribadah. Di Inggris, misalnya, pada hari Minggu lalu, Uskup Agung Canterbury, memimpin prosesi ibadah Minggu melalui siaran streaming nasional pertamanya yang disiarkan di laman Facebook the Church of England.
“Hari ini banyak dari kita yang terputus dari akar kita, dari tempat ibu kita. Karena tidak memiliki akar, kita sekarang harus menemukan cara untuk membuat tempat yang aman dan menyambut orang lain pada waktu yang sulit,” katanya kepada para jemaat (viewers).
“Godaannya adalah untuk menarik jembatan penyangga dan menjaga diri kita sendiri. Itu adalah hal yang mengarah pada panic buying, untuk menumbuhkan ketakutan dan ke emosional dan spiritual serta isolasi fisik. Itu menghancurkan kita,” tambahnya.
Berbeda dengan pendeta di Inggris yang melakoni ibadah via streaming, Gereja Katolik St. Edward the Confessor di Bowie, Maryland, rupanya tetap menjalankan ibadah seperti biasa. Hanya saja tidak di dalam Gereja, melainkan di halaman parkir Gereja.
Dalam video yang beredar, pendeta Holmer, salah satu pendeta di Gereja tersebut, tampak duduk di sebuah kursi dan menunggu jemaat datang dengan menggunakan kendaraan dan melaksanakan prosesi konfesi atau pengakuan dosa dan pemberkatan tanpa harus turun, layaknya memesan makanan lewat drive-through. Bedanya, pada prosesi tersebut, antara jemaat dan pendeta berjarak lebih dari satu meter.
Di samping itu, guna menjaga kekhidmatan jemaat saat berdoa, jemaat lainnya harus mengantre dengan jarak lebih dari 5-7 meter di belakang. Tentu saja hal tersebut juga dilakukan dalam upaya menerapkan social distancing sambil memfasilitasi jemaat untuk tetap beribadah.
“Kuncinya adalah untuk menjaga kekhidmatan konfesi, Anda tahu apa yang saya maksud? Anda tidak ingin orang saling mendengar sehingga kita harus menjaga mobil pada jarak tertentu, jadi manajemen lalu lintas mungkin merupakan kunci utama pada prosesi ini,” ujar pendeta Holmer.
Selain dalam urusan agama, urusan jual beli pun tak luput dari perhatian untuk tetap menerapkan social distancing. Di Thailand, misalnya, toko-toko mulai menggunakan katrol dan tanda ‘x’ sebagai petunjuk bahwa tempat tersebut tak boleh diduduki atau didiami. Dengan begitu, skema social distancing akan terbentuk.
Baca juga: Tak Lakukan Lockdown, Singapura Optimalkan Social Distancing
“Seperti yang Anda lihat. Kami menggunakan tali untuk mengirim kopi, serta kotak-kotak yang dipasang dengan roda. Secara mental, semua orang senang. Setidaknya pelanggan akan merasa bahwa kita memperhatikan mereka. Itu juga menciptakan interaksi antara pelanggan dan staf,” kata owner coffe shop di Bangkok, Apirak Chamraksin.
Di Lebanon, social distancing juga semaksimal mungkin diterpakan. Di negara jajahan Perancis tersebut, di salah satu kota, sebuah drone tampak sibuk berlalu-lalang untuk mengantarkan bunga mawar merah ke lantai 3 sebuah rumah, guna merayakan Hari Ibu, serta mencegah pelanggaran batas-batas jarak atau social distancing. Tak hanya itu, drone juga digunakan untuk menghibur dan mendukung para pekerja medis yang tengah bertugas dalam memerangi pandemi.