Australia resmi mengurangi jumlah kedatangan penumpang internasional mulai pertengahan Juli mendatang. Lewat kebijakan barunya, Negeri Kanguru hanya menerima 3.035 penumpang internasional per pekan. Itupun dengan catatan disesuaikan dengan kapasitas karantina mandiri yang masih tersedia.
Baca juga: Lawan Covid-19, Argentina Batasi Hanya 600 Penumpang Internasional Per Hari
Kebijakan ketat tersebut tentu kembali mengubur impian maskapai untuk bangkit setelah setahun ini mengarungi masa-masa sulit. Tetapi, maskapai tak ingin menyerah begitu saja. Disebutkan, rata-rata dari mereka memasang tarif sangat tinggi semata untuk paling tidak mencapai level break even load factor (tidak untung dan rugi) di setiap penerbangan.
Walau begitu, puluhan ribu warga Australia yang ingin kembali ke negaranya tak peduli dengan tarif tersebut asalkan mereka bisa kembali pulang dan mendapat tempat yang aman di sana.
Dilansir Simple Flying, pada 12 Juli lalu, misalnya, dari data Google Flights, penerbangan London – Sydney hanya tersedia satu flight.
Itupun harus transit terlebih dahulu ke San Fransisco, Amerika Serikat, menggunakan British Airways, dan lanjut ke Sydney, Australia dengan Boeing 787 United Airlines, memakan waktu total 31 jam. Tak ada kursi kelas ekonomi yang tersedia. Penumpang mau tak mau harus membeli tiket minimal kelas bisnis seharga Rp200 jutaan. Luar biasa, bukan?
Itu belum seberapa. Di weekend, harganya bisa melonjak sampai dua kali lipat, menjadi sekitar Rp412 jutaan.
Bagi mereka yang berminat pun, sekali lagi, belum tentu diizinkan mengingat adanya pembatasan penumpang internasional tiga ribuan per pekan atau sekitar 400-an penumpang internasional per hari; dengan catatan mengikuti kapasitas karantina yang ada di masing-masing lokasi tujuan. Sangat ketat dan terukur sekali.
Australia memang masih mewajibkan setiap penumpang internasional, termasuk pejabat sekalipun, menjalani karantina mandiri selama 14 hari dengan biaya sendiri. Di beberapa negara bagian, otoritas menanggung biaya karantina tersebut.
Usai menjalani karantina, penumpang tersebut wajib menjalani test PCR. Bila negatif, mereka bisa langsung melenggang bebas. Bila positif, harus menjadi prosedur lebih lanjut.
Sampai saat ini, penerbangan internasional ke Australia masih dilayani oleh beberapa maskapai, mulai dari tiga maskapai besar AS, Singapore Airlines, dan tiga maskapai besar Timur Tengah. Selain mengandalkan penerbangan kargo, mereka juga mengandalkan penerbangan rapatriasi. Ini menjadi andalan tersebut bagi maskapai.
Baca juga: Begini Potret Karantina Mandiri sambil Berlibur ala Australia
Di samping jumlah warga Australia yang ingin kembali ke negaranya cukup banyak, penerbangan repatriasi juga lebih bebas dibanding penumpang internasional pada umumnya.
Sebab, penumpang dari penerbangan ini memiliki fasilitas karantina khusus di luar fasilitas karantina penumpang internasional pada umumnya dan tak termasuk dalam tiga ribuan penumpang yang diizinkan masuk.