Warga Ibu Kota tentu tidak asing lagi dengan yang namanya contra flow. Sesuai dengan namanya, contra flow merupakan satu sistem rekayasa jalan raya yang biasanya digunakan untuk mengurai kemacetan. Rekayasa ini mengubah arus normal menjadi melawan arus.
Selain untuk mengatasi kemacetan, contra flow biasanya diterapkan untuk evakuasi darurat, hingga pemeliharaan jalan. Apabila contra flow diterapkan, maka ada jalur lain yang dipersempit, atau bahkan dialihkan menuju jalur alternatif lain. Biasanya, 500 meter sebelum sistem contra flow diberlakukan, ada rambu pengingat bahkan petugas yang berjaga dan menginformasikan bahwa sedang berlangsung sistem contra flow.
Pada kenyataannya, sistem rekayasa jalur ini terbukti ampuh untuk mengurai kemacetan. Contohnya adalah pada tahun 2013 lalu. Pada saat itu Ditlantas Polda Meto Jaya memberlakukan sistem contra flow di beberapa ruas jalan Ibu Kota yang terkenal macet, seperti Tol Tangereng-Jakarta, Cawang-Semanggi, Grogol-Slipi, dan Cawang-Rawamangun. Tercatat, pada hari pemberlakuan contra flow, sebanyak kurang lebih 2000 kendaraan yang mengambil jalur contra flow. Namun, pada hari berikutnya, Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya pada waktu itu, Ajun Komisaris Besar Sambodo Purnomo mengatakan, ada banyak orang non-pekerja yang masuk ke jalur contra flow, padahal jalur itu dikhususkan untuk pekerja yang hendak berangkat ke kantor. “Artinya contra flow semacam jadi jalur alternatif,” kata Sambodo seperti yang dikutip dari Tempo.co, Jumat, 29 Maret 2013 lalu.
Bahkan Wakil Presiden RI kala itu yang hingga kini masih menjabat, Jusuf Kalla sempat memberi masukan kepada Pemda DKI untuk memberlakukan sistem contra flow bus Trans Jakarta. Ini bertujuan untuk membuat efek jera kepada para pelanggar yang sering menerobos jalur busway. Kalla menambahkan, “Tanpa ada dendapun, para pelanggar tentu berpikir ulang untuk menerobos jalur busway tersebut, dan hanya orang super nekad lah yang masih menerobos,” ujarnya seperti yang dikutip dari metro.sindonews.com, Sabtu, 2 November 2013 silam. Namun ide tersebut belum terealisasi hingga kini karena banyaknya pertimbangan apabila mau menerapkan sistem tersebut.
Ide contra flow jalur busway ini tercetus setelah mantan Guberbur Jakarta, Fauzi Bowo selepas melakukan kunjungan ke Turki dan melihat sistem contra flow pada bus angkutan di sana berjalan mulus. Kenapa Indonesia tidak dapat menyamai Turki yang sudah berhasil mengoperasikan sistem tersebut? Pada saat itu juga desas desus soal beberapa orang dari Pemda DKI pergi ke Turki untuk mempelajari sistem contra flow, namun sepertinya untuk merampungkan sistem ini, terlalu banyak masalah yang harus dibenahi dari dasar.
Ada beberapa faktor yang mungkin menghambat Indonesia dalam menjalani sistem contra flow ini, pertama dari infrastruktur yang kurang memadai. Jalur bus way pada awalnya dibuat agar “steril” dari pengendara lain, namun karena masih saja banyak orang yang nekad menerobos jalur ini, akhirnya Pemda DKI membangun pembatas dari beton yang memisahkan jalur biasa dan jalur busway. Tentu beton ini tidak bisa dibangun di tengah jalan seperti perempatan jalan guna mencegah kendaraan lain masuk ke jalur itu. Selain itu, pertimbangan lainnya seperti arus lalu lintas yang harus berubah, geometri dari tikungan, hingga area U-Turn juga ikut kena imbas apabila gagasan ini terealisasi.
Dan satu lagi yang menjadi tantangan cukup berat, SDM yang kurang sadar akan hukum yang berlaku dan keselamatan dalam berlalu lintas. Terakhir jelas dibutuhkan rencana yang benar-benar matang apabila mau merealisasikan ide contra flow yang tercetus sejak 2011 silam.