Pesawat Made in China, China Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC) C919 paling lambat akhir tahun ini akan menjalani uji sertifikasi oleh regulator penerbangan sipil Cina. Bila tak ada aral melintang, tahun depan sudah bisa mendapat izin untuk beroperasi secara komersial.
Baca juga: Cina Pusing COMAC Masuk Daftar Hitam, Proyek Pesawat Komersial “Made in China 2025” Mangkrak
Kendati harus mendapat sertifikasi dari regulator penerbangan sipil AS (FAA) dan badan keselamatan penerbangan Eropa (EASA) untuk bisa bersaing secara global, dan tentu saja itu langkah yang tidak mudah, tetapi itu soal lain. Paling tidak kehadiran COMAC C919 di pasar domestik Cina saja sudah membuat Boeing dan Airbus gemetar.
Diakui atau tidak, Cina memang jadi salah satu pasar penerbangan terbesar di dunia. Kebutuhan industri penerbangan Cina terhadap pesawat di tahun 2030 juga semakin meningkat.
Catatan Boeing, tahun 2030 Cina setidaknya butuh sekitar hampir 7 ribu pesawat baru narrowbody single aisle, hampir 2 ribu pesawat widebody, hampir 1 ribu pesawat kargo, dan tidak lebih dari 500 pesawat regional.
Andai saja COMAC C919 sukses melewati uji sertifikasi oleh regulator Cina tahun depan, itu berarti di tahun-tahun mendatang maskapai-maskapai dalam negeri Cina sudah bisa beralih menggunakan pesawat tersebut dan meninggalkan pesawat-pesawat Boeing-Airbus.
Artinya, ada 7 ribu pesanan pesawat Boeing-Airbus yang hangus dari pasar Cina. Bayangkan, berapa triliun dolar yang dihasilkan dari pesanan pesawat sebanyak itu.

Sinyal untuk itu pun sudah muncul. Sejauh ini, sejak FAA dan EASA mengizinkan Boeing 737 MAX kembali terbang, sampai saat ini regulator Cina belum juga mengizinkannya.
Meski mereka berdalih masih proses meneliti kelaikan pesawat tersebut, tetapi, banyak pengamat yang menduga bahwa itu adalah sinyal agar maskapai Cina bisa meninggalkan pesawat narrowbody buatan luar dan beralih ke buatan dalam negeri.
“COMAC bukanlah ancaman bagi siapa pun di luar Cina. Tapi Cina adalah pasar ekspor terbesar di planet ini,” kata Richard Aboulafia, wakil presiden di konsultan kedirgantaraan Teal Group, seperti dikutip dari Financial Times.
Boeing sendiri juga sudah menangkap sinyal bahaya dari keberadaan COMAC C919 di pasar domestik Cina. “Saya membayar harga karena mereka adalah bagian terbesar dari pertumbuhan industri di dunia. Ini akan menciptakan masalah nyata bagi kami dalam beberapa tahun ke depan jika kami tidak dapat menemukan beberapa struktur perdagangan itu (pesawat Boeing tak lagi laku di sana),” kata CEO Boeing, Dave Calhoun.
Sementara itu, CEO Airbus, Guillaume Faury, menyebut, “Kita mungkin akan beralih dari duopoli ke triopoli, setidaknya di (pasar) single aisle (lorong tunggal), pada akhir dekade ini”.
Tetapi, walau bagaimanapun juga, COMAC C919 tak akan tumbuh secepat itu. Butuh puluhan tahun untuk memproduksinya secara massal. Airbus, misalnya, dengan segala pengalaman dan rantai pasokan bisnis yang mapan butuh 10 tahun untuk mencapai level produksi 30 jet A320 per bulan.
Baca juga: COMAC Serius Goyang Duopoli Airbus dan Boeing, Pesanan Nyaris 1.000 Unit Jadi Sinyal Kuat
Lagi pula, pesawat Made in China COMAC C919 tak seperti produk Made in China kebanyakan. Ini berbeda. Pesawat narrowbody COMAC C919 mayoritas masih mengandalkan produk-produk barat-AS, sebagaimana gambar di atas.
Andai rantai pasokan produksi tertahan karena satu dan lain hal, sudah pasti proses produksi akan tersendat. Jadi, kesuksesan program COMAC C919 memang masih ada di tangan barat, bukan di tangan Cina itu sendiri.