Mungkin teknologi face recognition atau yang akrab disebut pemindai wajah ini masih terdengar asing di Indonesia, namun sudah berkembang pesat di negara-negara lain. Ambil contoh beberapa bandara di luar negeri yang sudah menggunakan teknologi pemindai wajah untuk mempercepat proses imigrasi. Tentu teknologi mutakhir semacam ini sudah terbukti dapat membantu manusia dalam menjalani kehidupannya secara lebih efisien.
Baca Juga: Ada Guratan “Abu-Abu” Pada Sistem Pemindai Wajah di Bandara
Memang, jika dikembangkan secara bijak, teknologi modern seperti pemindai wajah ini dapat diselipkan pada kehidupan sehari-hari yang dapat menunjang kehidupan para aktor yang bergelut di dalamnya. Seperti yang dilakukan oleh Cina, dimana otoritas Negeri Tirai Bambu memberlakukan teknologi pemindai wajah ini di hampir semua sektor kehidupan masyarakatnya.
Seperti yang dikutip KabarPenumpang.com dari laman chicagotribune.com (7/1/2018), seorang bernama Mao Ya menjadi satu dari sekian banyak warga Cina yang merasakan efisiensi penggunaan teknologi pemindai wajah dalam kesehariannya. “Jika saya membawa kantung belanja di kedua tangan, saya tidak perlu lagi repot-repot mencari kunci untuk masuk ke dalam apartemen. Cukup menegakkan kepala di depan pintu, dan pintu apartemen akan terbuka,” tuturnya.
“Teknologi ini juga dapat memudahkan anak perempuan saya yang berumur lima tahun untuk masuk ke dalam apartemen, karena sebelumnya ia sering sekali kehilangan kunci,” imbuh wanita berumur 40 tahun tersebut. Teknologi pemindai wajah menjadi topik perbincangan panas di ranah teknologi baru di China. Sebut saja bank, bandara, hotel dan bahkan toilet umum, semuanya mencoba untuk memverifikasi identitas setiap orang dengan menganalisis wajah mereka. Tapi diantara semuanya, otoritas keamanan negara Cina menjadi yang paling antusias untuk merangkul teknologi baru ini.
Pihak kepolisian Cina mengutarakan bahwa penggabungan teknologi pemindai wajah dan kecerdasan buatan dapat memudahkan tugas mereka dalam mencari pelaku tindak kriminal, memprediksi tindak kejahatan yang mungkin akan terjadi, mengkoordinir pekerjaan pelayanan darurat, menganalisis, hingga mengawasi perilaku orang-orang yang melakukan gerak-gerik mencurigakan.
Andai terrealisasi, hampir dapat dipastikan tingkat kriminalitas di salah satu negara yang menyumbang jumlah penduduk terbesar di dunia ini akan berangsur menurun. Pemerintah juga berharap pada tahun 2020 mendatang, Cina akan mulai menggunakan jaringan pengawasan video, dimana sistem “Eye of God” ini melakukan pemantauan di setiap titik, saling terintegrasi, dan bekerja 24/7.
Jika di teknologi pemindai wajah di Cina sudah menyebar di keseharian warganya, maka berbeda dengan yang terjadi di Amerika, dimana teknologi serupa secara khusus ‘dipekerjakan’ oleh petugas kepolisian dalam melakukan tugasnya. Ambil contoh kasus yang ditangani oleh kepolisian Chicago, dimana mereka berhasil mengidentifikasi dan pihak pengadilan menjatuhkan hukuman kepada seorang pencuri berkat campur tangan teknologi pemindai wajah pada tahun 2014 silam.
Walaupun sempat menuai pro dan kontra hingga isu penyalahgunaan Hak Asasi Manusia di awal kemunculannya, namun teknologi pemindai wajah tidak akan hilang, dan ini menjanjikan untuk menjadi alat ampuh untuk mempertahankan kontrol masyarakat Tionghoa yang terkenal bejibun ini.