Kementerian Kesehatan Singapura (MOH), mengumumkan bahwa Negeri Singa tersebut, mulai 16 Maret 2020, pukul 23.59 waktu setempat, memberlakukan kebijakan Stay-Home Notice (SHN) 14 hari terhadap semua pendatang (termasuk Warga Negara Singapura, pemegang Pas Jangka Panjang, dan pengunjung jangka pendek) yang mengunjungi Singapura dengan riwayat perjalanan ke negara-negara ASEAN, Jepang, Swiss, atau Inggris dalam 14 hari terakhir.
Baca juga: Dampak Virus Corona, Tiap Hari Bandara Changi Kehilangan 20 Ribu Pelancong
Kebijakan tersebut, sekalipun baru diberlakukan, diyakini akan makin menekan angka kunjungan turis ke negara tersebut. Padahal, pada Februari lalu, Kepala Eksekutif Badan Pariwisata Singapura, Keith Tan, mengatakan pihaknya kehilangan sekitar 18.000 hingga 20.000 wisatawan per hari, dan angka tersebut dapat terus turun lebih dalam jika penyebaran virus bertahan lama.
Bahkan, DBS Group Holding Ltd. Memprediksi bahwa ada potensi penurunan hingga 1 juta wisatawan atau sama dengan sekitar S$1 miliar atau Rp10,6 triliun pengeluaran. Bila hal itu terjadi, salah satu cara termudah untuk melihat penurunan tersebut ialah melalui aktivitas di Bandara Internasional Changi. Sebagai salah satu bandara tersibuk di dunia, Bandara Changi memang lekat dengan aktivitas kebandarudaraan dan kedirgantaraannya yang cukup padat. Selain itu, sebagai super hub internasional, bandara tersebut juga memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Singapura.
Namun, terlepas dari anjloknya penerbangan global akibat virus corona yang mau tak mau juga berdampak ke Bandara Changi, akibat statusnya sebagai super hub internasional, Bandara Changi rupanya mempunyai historical value yang cukup unik, loh. Bandara terbaik di dunia versi Skytrax tahun 2019 lalu tersebut rupanya memiliki kaitan erat dengan para tahanan Jepang selama masa Perang Dunia II.
Dikutip KabarPenumpang.com dari laman eresources.nlb.gov.sg, Selasa, (17/3), jauh sebelum secara resmi dibuka pada tanggal 29 Desember 1981, bandara yang terletak di tepi timur Singapura dahulu adalah pangkalan udara Changi yang dibangun oleh para tahanan perang Perang Dunia II dari tahun 1943 hingga 1944.
Kala itu, jalur utara-selatan dan timur-barat, yang terletak di titik timur laut Singapura, adalah landasan pacu tidak beraspal dan hanya berupa rumput tipis. Tahanan Jepang kemudian menambahkan pelat baja berlubang di strip timur-barat dan memperkuat landasan utara-selatan. Setelah Perang Dunia II selesai, pangkalan tersebut kemudian diambil alih oleh Angkatan Udara Kerajaan mengambil pada tahun 1946.
Pada awal 1970-an, Bandara Paya Lebar, yang saat itu merupakan bandara sipil Singapura, tidak memiliki ruang yang cukup untuk ekspansi di masa depan. Oleh karenanya, dibutuhkan bandara baru dan di lokasi yang tidak akan mengganggu pengembangan kota di masa depan. Atas berbagai pertimbangan, pangkalan udara Changi pun dipilih sebagai situs untuk bandara baru ini.
Pada Juni 1975, pekerjaan persiapan di situs pangkalan udara Changi untuk bandara internasional pun dimulai. Setidaknya 8,7 km persegi tanah direklamasi, melengkapi area bekas peninggalan situs pangkalan udara Changi yang pernah berdiri selama Perang Dunia II tersebut. Selain itu, berbagai kanal juga dibangun untuk mengalihkan aliaran lain yang sejatinya bermuara di lokasi pembangunan bandara baru.
Setelah enam tahun berlalu, bandara yang dibangun dengan nilai investasi lebih dari Rp 10,6 triliun (hanya fase 1 saja, belum termasuk pembangunan fase dua) akhirnya bisa benar-benar beroperasi pada 1 Juli 1981, ditandai dengan mendaratnya penerbangan pertama, SQ 101, yang mengangkut 140 penumpang dari Kuala Lumpur, Malaysia, pada pukul 07.10 waktu setempat.
Sejak awal kemunculannya, bandara tersebut, saat itu, sudah berhasil mengukir prestasi dengan memecahkan berbagai rekor. Di antaranya adalah bandara terbesar di Asia (bersama Bandara Narita, Jepang) serta memiliki hanggar bebas kolom terbesar di dunia, yang mencakup 20.000 m². Selain itu, bandara tersebut juga memenangkan banyak pernghargaan di dunia dan ditetapkan sebagai salah satu bandara terbaik di dunia.
Baca juga: Di Changi, Koper dan Barang dari Kargo Berjalan ‘Santun’ di Conveyer Belt
Kini, setelah hampir 40 tahun beroperasi, bandara dengan empat terminal (tak lama lagi akan mempunyai terminal kelima yang saat ini masih masih dalam proses pembangunan) dan tiga landasan pacu (satu landasan pacu lainnya sementara ditutup demi proyek pengerjaan terminal kelima) tersebut seperti tak pernah kehilangan sentuhan untuk terus bertengger di puncak teratas sebagai bandara terbaik di dunia.
Terakhir, bandara tersebut menjadi salah satu bandara di dunia yang tidak hanya dikenal karena urusan penerbangan semata, melainkan karena adanya air terjun dalam ruangan tertinggi di dunia. Air mancur tersebut adalah salah satu dari beberapa hiburan bertema alam dan kompleks pertokoan di tepi Bandara Changi, Singapura, yang terhubung dengan tiga terminal penumpangnya serta dikelilingi oleh pengaturan hutan bertingkat.