Maskapai nasional Perancis Air France dan manufaktur pesawat Airbus, akan diadili pada Senin (10/10/2022) atas tuduhan pembunuhan tidak disengaja pada insiden maut yang terjadi pada tahun 2009, yakni jatuhnya pesawat Airbus A330 Air France AF447 yang dalam perjalanan dari Rio de Janeiro (Brasil) menuju Paris (Perancis) dan menewaskan semua 228 orang di dalamnya.
Baca juga: Di Rute Jenewa – Paris, Pilot dan Kopilot Air France Baku Hantam di Dalam Kabin
Dikutip dari France24.com, keluarga korban dan beberapa pakar penerbangan mengatakan pilot tidak cukup terlatih untuk menangani hilangnya pembacaan kecepatan yang disebabkan oleh peralatan penting yang membeku dalam badai. Penerbangan AF447 dari Rio de Janeiro jatuh ke Samudera Atlantik pada dini hari tanggal 1 Juni 2009, setelah memasuki zona dekat Khatulistiwa yang dikenal dengan turbulensi yang kuat.
Pesawat dalam insiden AF447 adalah Airbus A330-203 yang membawa 12 awak dan 216 penumpang. Lantaran jatuh di samudera yang luas dan dalam, butuh waktu hampir dua tahun untuk menemukan sebagian besar badan pesawat dan menemukan perekam penerbangan “kotak hitam”.
Air France dan Airbus didakwa saat penyelidikan berlangsung, dengan para ahli menentukan kecelakaan itu akibat kesalahan yang dibuat oleh pilot yang disorientasi oleh apa yang disebut tabung pemantau kecepatan Pitot yang telah membeku di awan tebal.
Tetapi hakim investigasi yang mengawasi kasus tersebut membatalkan dakwaan pada 2019, sebuah keputusan yang membuat marah keluarga korban. Kemudian Jaksa mengajukan banding atas keputusan itu, dan pada tahun 2021 Pengadilan Paris memutuskan ada cukup bukti untuk melanjutkan persidangan.
Ophelie Toulliou, yang kehilangan saudara laki-lakinya dalam penerbangan itu, mengatakan bahwa sangat penting “kebenaran terungkap, dan bahwa hukuman, jika pantas, dijatuhkan”.
“Tetapi pesannya juga untuk membuat perusahaan yang berpikir bahwa mereka tidak tersentuh mengerti: “Anda seperti orang lain dan jika Anda membuat kesalahan, mereka akan dihukum,” katanya.
Pengadilan di Paris akan mendengarkan kesaksian dari lusinan pakar penerbangan dan pilot selama dua bulan persidangan, dan masing-masing perusahaan menghadapi denda maksimum 225.000 euro (US$220.000).
Detail yang terungkap dari investigasi sebagian dimuat di majalah Vanity Fair, termasuk rekaman percakapan terakhir di kokpit. Disebutkan, 2 dari 3 pilot yang ada di pesawat sedang tertidur, saat Airbus 330 itu menghadapi masalah akibat badai tropis dalam perjalanan dari Paris, Prancis menuju Rio de Janeiro, Brasil.
Pierre-Cedric Bonin (32), ‘anak bawang’ yang baru mencatatkan ratusan jam terbang ditinggalkan sendirian di belakang kemudi, sementara kapten penerbang, Marc Dubois (58) dan pilot David Robert (37) sedang tidur. Sang kapten diduga hanya tidur sejam malam sebelumnya, Ia disebut-sebut menghabiskan waktunya dengan teman seperjalanannya, pramugari yang tak sedang bertugas (off-duty) sekaligus penyanyi opera.
Baca juga: Gegara Sepotong Besi Terlepas dari DC-10, Jadi Pengantar Maut Concorde Air France 4590
“Seandainya kapten berada di posisinya ketika menghadapi Intertropical Convergence Zone (ITCZ), paling-paling tidurnya hanya terganggu tak lebih dari 15 menit. Dan dengan pengalamannya itu, kisah pesawat itu mungkin akan berakhir beda,” kata kepala penyelidik Alain Bouillard seperti dikutip Vanity Fair.