Pada awal Januari 2016 lalu, Boeing 747 milik Qantas sempat menjadi perbincangan hangat karena membawa lima mesin sekaligus di sayap. Penumpang sempat dibuat khawatir karenanya. Mereka takut tiga mesin di sayap kiri dan dua mesin di sayap kanan membuat pesawat menjadi tidak seimbang dan pada akhirnya dikhawatirkan bakal berdampak fatal.
Baca juga: Penumpang Justru Senang Pesawat Delay 2 Jam Gegara Apollo 11 Kembali Ke Bumi
Namun, kekhawatiran itu langsung dibantah Qantas. Flag carrier Australia tersebut memastikan, pesawat Qantas rute Sydney-Johanesburg bernomor penerbangan QF63 tetap aman sekalipun terdapat perbedaan jumlah mesin di kedua sayap pesawat. Mesin tersebut pada hakikatnya hanya sebagai sebuah ‘tempelan’ saja untuk digunakan oleh pesawat Qantas lainnya yang mengalami gangguan mesin di Johannesburg, Afrika Selatan. Jadi, mesin yang beroperasi tetap hanya empat.
Hal itu dilakukan Qantas untuk mempersingkat waktu pengiriman. Pasalnya, bila mesin dikirim via laut, mungkin akan memakan waktu lama. Kemudian, teknik penempatan mesin di sayap juga didorong oleh dimensi pesawat itu sendiri. Boeing 747 tidak cukup besar untuk memuat mesin pesawat. Itulah sebabnya mesin diletakkan di sayap.
Menurut Qantas, Boeing 747 memungkinkan untuk dipasangi satu mesin tambahan di kedua sayapnya. Pemasangan itu pun tidak memengaruhi kondisi pesawat. Hanya saja teknik ini memang jarang digunakan. Namun bagi Qantas, teknik tersebut rasanya sudah begitu melekat. Tercatat, Qantas pernah menerapkan teknik tersebut pada tahun 2011 dan 1959 silam.
Dikutip dari Simple Flying, Qantas adalah maskapai pertama di luar Amerika Serikat yang menjadikan Boeing 707 sebagai armadanya setelah secara resmi mulai beroperasi pada 29 Juli 1959. Boeing 707 untuk Qantas sebenarnya dibuat secara khusus dan varian yang lebih pendek daripada yang dibeli oleh maskapai AS.
Sebelum mulai dioperasikan, Boeing 707 pertama diterima Qantas pada 7 Juni 1959. Namun, Qantas tak langsung segera menerbangkannya melainkan menunggu selama dua pekan untuk mencari cara agar mesin kelima bisa diangkut di sayap pesawat. Ketika teknik pemasangan mesin kelima di sayap sudah berhasil diaplikasikan dan tak mengganggu keamanan penerbangan, barulah Boeing mengirimkan belasan pesawat sisa, dengan tambahan mesin kelima yang sudah terpasang.
Mesin kelima tersebut dipasang bukan untuk digunakan secara bersamaan dengan keempat mesin lainnya, melainkan hanya sebagai sebuah mesin cadangan bilamana terdapat masalah pada mesin di kemudian hari, baik terhadap pesawat tersebut ataupun pesawat lainnya. Dengan begitu, pesawat-pesawat Qantas dapat tetap terus terbang.
Baca juga: Inilah 11 Perbedaan Maskapai Penerbangan Era 70-an dengan Sekarang
Kehadiran Boeing 707 bagi Qantas dan warga Australia secara umum rupanya berhasil membawa perubahan besar. Pada tahun 1950-an, rata-rata orang Australia butuh waktu setahun (menabung) untuk bisa pergi ke London menggunakan pesawat karena harga tiket selangit.
Perubahan pun muncul ketika Qantas mulai mengoperasikan Boeing 707. Dari semula butuh setahun atau 48 pekan, harga pun anjlok menjadi hanya butuh sekitar 32 minggu di tahun 1960 atau satu tahun setelah 707 beroperasi. Lima tahun kemudian, pada 1965, harga kembali anjlok menjadi hanya 22 minggu. Hal ini pun pada akhirnya menyadarkan masyarakat Australia bahwa liburan ke Eropa bukan lagi sebuah angan belaka.