Kecelakaan Boeing 737-500 Sriwijaya Air PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ-182 membuktikan bahwa black box atau kotak hitam pesawat bisa hancur, tentu dengan besaran G-Force atau benturan maksimum yang mampu ditahan black box.
Baca juga: Inilah Jawaban Mengapa Black Box Direndam Air Pasca Ditemukan
Usai pesawat Sriwijaya Air SJ-182 pada Sabtu siang (9/1) dilaporkan hilang kontak empat menit setelah lepas landas, tepatnya pada pukul 14.40 WIB di perairan Kepulauan Seribu di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki, black box pesawat tersebut akhirnya berhasil ditemukan.
Hanya saja, dari dua komponen black box, yaitu Cockpit Voice Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR), black box yang ditemukan tim SAR pada tanggal 12 Januari lalu ialah black box FDR. Adapun black box CVR, tepatnya casing CVR sudah ditemukan pada 15 Januari kemarin. Tetapi, black box dalam kondisi hancur sehingga memori CVR-nya terlepas dari casing dan belum ditemukan oleh Basarnas sampai saat ini.
Hancurnya black box Sriwijaya Air PK-CLC tentu memberi gambaran seberapa kuat benturan yang terjadi. Sebab, pada pesawat Boeing 737-800 Ukraine International Airlines (UIA) PS752 yang jatuh ditembak dua rudal Tor M-1 Iran saja black box-nya masih dalam keadaan utuh (sekalipun datanya tak begitu lengkap akibat benturan yang terjadi), lantas bila black box pesawat Sriwijaya Air PK-CLC sampai hancur dan memorinya hilang, tak terbayang bukan seberapa kuatnya benturan?
Yang paling penting dari itu, tentu, insiden hancurnya black box Boeing 737-500 Sriwijaya Air PK-CLC SJ-182 juga membuka mata banyak pihak bahwa black box juga bisa hancur. Pertanyaannya, apa saja penyebab black box bisa hancur saat terjadinya kecelakaan?
Dilansir npr.org, sebelum menjawab pertanyaan itu, perlu diketahui bahwa black box terdiri dari FDR, CVR, Underwater Locator Beacon (ULB). FDR berfungsi merekam data-data teknis pesawat seperti ketinggian, kecepatan, putaran mesin, radar, auto pilot, dan lain-lain selama 25 jam (teknologi terkini bisa sampai 70 jam). Ada 5 sampai 300 parameter data penerbangan yang direkam dalam black box ini.
Sedangkan CVR berfungsi merekam data-data percakapan pilot di dalam kokpit, termasuk percakapan kru pesawat dengan ATC selama 30 menit sampai 2 jam (teknologi baru bisa mencapai 25 jam). Adapun ULB berfungsi sebagai alat pemancar sinyal (ping) di CVR dan FDR selama 90 hari dengan jangkauan sinyal ping mencapai radius 2 kilometer.
Selain ULB, di CVR dan FDR juga memiliki semacam kotak yang menyimpan memori, dimana data-data penerbangan dan percakapan ada di sana. Untuk melindungi memori dari benturan, ia dibungkus lapisan tipis alumunium dan lapisan insulasi, serta dibungkus lapisan baja atau titanium tahan korosi atau karat.
Baca juga: KNKT: Ada 7 Tipe Black Box dengan Parameter Berbeda
Secara umum, black box mampu menahan benturan dengan kecepatan hampir 500 km per jam. Black box menahan panasnya api sampai 1.100 derajat celcius selama 1 jam. Selama 30 hari, black box mampu mengirim sinyal ping yang dapat ditangkap sonar hingga kedalaman 6.000 meter lebih. Itu berarti, di atas batasan-batasan tersebut, black box sangat mungkin hancur atau tidak berfungsi maksimal.
Kendati demikian, dalam berbagai kasus kecelakaan di dunia nyaris belum pernah terjadi dimana black box hancur berkeping hingga tak bisa digunakan satu pun di antara keduanya (FDR dan CVR). Umumnya, jika FDR rusak atau tak ditemukan, CVR tetap bisa ditemukan dan menyediakan data-data yang dibutuhkan. Begitu pun sebaliknya.