Pramugari/pramugara sering dianggap memiliki kelas sosial tinggi di masyarakat dengan gaji besar dan kehidupan glamournya jalan-jalan keliling dunia. Namun, seiring waktu, seseorang bisa saja bosan dengan berbagai kehidupan sebagai pramugari. Sebagai gantinya, industri dirgantara memiliki beberapa profesi yang bisa menjadi pelarian, salah satunya petugas ATC. Pertanyaannya, bisakah?
Baca juga: Lika-liku Pramugari Terdampak Covid-19, Banting Setir Jadi Perawat dan Pilot
Petugas Air Traffic Controller (ATC) setidaknya terbagi menjadi tiga, Aerodrome Control Service (biasanya berpartner dengan petugas darat untuk memberikan isyarat kepada pesawat untuk take-off atau landing), Approach Control Service (mengatur ketinggian pesawat), dan Area Control Sevice (memberikan clearance kepada pesawat yang sedang menjelajah).
Bagi bandara kecil yang lalu lintas udaranya tidak terlalu padat, tentu menjadi seorang petugas ATC akan terasa sangat membosankan – berbanding terbalik dengan bandara yang memiliki tingkat lalu lintas udara yang padat, pekerjaan ini akan terasa sangat melelahkan.
Selain itu, satu poin yang membuat pekerjaan ini terasa semakin berat adalah prinsip zero mistake – dimana salah informasi sedikit saja, maka kekacauan hingga kecelakaan pesawat bisa saja menanti dalam jangka waktu beberapa menit ke depan.
Sebetulnya alur kerja ATC bisa dibilang tergolong mudah. Bagi pesawat yang hendak mendarat, ia cukup diatur, diberi space, diberi segala informasi yang dibutuhkan, dipandu, serta diberi clearance.
Pun demikian bagi pesawat-pesawat yang hendak lepas landas. Polanya sama. Setelah meninggalkan bandara, pesawat akan terhubung dengan ATC berikutnya sampai ke terhubung ke ATC bandara tujuan untuk diatur, diberi space, diberi segala informasi yang dibutuhkan, serta diberi clearance.
Masing-masing petugas ATC dari yang tiga itu (Aerodrome Control Service, Approach Control Service, dan Area Control Sevice) akan bekerja membantu proses pendaratan dan keberangkatan sesuai dengan porsinya. Tetapi memang, pada praktiknya tak semudah gambaran alur kerja ATC secara umum. Terlebih saat terjadi kabut dan cuaca buruk.
Semasa menjalani tugas, pramugari memang tak terlalu aktif berkomunikasi dengan ATC, tetapi sedikit banyaknya mengetahui pola pendaratan dan lepas landas. Karenanya, menjawab pertanyaan di awal, jawabannya adalah bisa. Pramugari banting setir menjadi petugas ATC sangat bisa dan itu tidak awam melainkan pernah terjadi di dunia.
Dilansir Simple Flying, agar bisa beralih profesi menjadi petugas ATC, pramugari/pramugara tentu harus memiliki syarat dan kemampuan tertentu, seperti harus di atas 18 tahun, punya lima General Certificate of Secondary Education (GSCE) termasuk matematika dan bahasa Inggris, dan sehat jasmani serta rohani (tes medis).
Setelah lolos adminstrasi, calon petugas ATC akan dites secara online. Soal-solanya sendiri seputar penerbangan. Tahap selanjutnya ialah tes kepribadian dan keterampilan penilaian situasional. Andai lolos, peserta berkah mengikuti pelatihan untuk menjadi petugas ATC.
Selama pelatihan, banyak hal yang dipelajari, mulai dari hukum penerbangan, meteorologi, human factors, manajemen lalu lintas udara, peralatan navigasi, fraseologi, dan karakteristik pesawat. Tak hanya teori, calon petugas ATC juga dilatih dalam kondisi nyata lewat simulator. Ini adalah tahap praktik setelah mempelajari teori.
Baca juga: Mantan Pramugari Kini Jadi Jurnalis Penerbangan
Ketika praktik, calon petugas ATC juga diuji untuk menangani pesawat bukan hanya dalam situasi normal, melainkan juga abnormal. Pelatihan bisa sangat lama mencapai satu tahun sampai 18 bulan.
Seandainya lolos pelatihan, calon petugas ATC harus melewati ujian ICAO English level 4 dan class 3 medical sebelum mengambil lisensi ATC dan menjadi petugas ATC .