Dalam pengerjaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ternyata ada pembengkakan biaya. Hal ini membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terlibat untuk menghitung rinciannya sebelum pemerintah dan anggota konsorsium bernegosiasi dengan Cina yang menjadi mitra proyek tersebut.
Baca juga: PT KCIC: Akhir 2019 Progres Kereta Cepat Jakarta-Bandung Ditargetkan Tembus 53 Persen
Penghitungan rincian pembengkakan biaya ini diinstruksikan oleh Menkeu dalam rapat koordinasi terbatas awal April 2021 kemarin. Di mana pada rapat tersebut, Menkeu meminta kekurangan dana dihitung lebih detail tidak hanya belanja modal tapi juga pada masa operasi atau istilahnya cash shortfall.
Dikutip KabarPenumpang.com dari tempo.co (19/4/2021), Rapat Koordinasi Terbatas itu dihadiri Menkeu Sri Mulyani, Menteri BUMN Erick Tohir, Menhub Budi Karya Sumadi dan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Untuk diketahui, saat ini proses penghitungan biaya proyek kereta cepat masih berlangsung. Penghitungan ini rumit karena harus memperhitungkan arus kas pada saat kereta sudah beroperasi.
Awalnya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membutuhkan biaya $6071 miliar atau sekitar Rp88,4 triliun. Kemudian ternyata biaya itu membengkak sekitar 23 persen dari nilai semula atau setara dengan Rp20 triliun.
Pembengkakan ini terjadi karena munculnya berbagai kebutuhan yang tidak diprediksi pada awal proyek. Dari perjanjian awal ternyata kelebihan biaya ini ditanggung konsorsium. Melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, konsorsium BUMN mengantongi 60 persen saham PT Kereta Cepat Indonesia-China. Adapun 40 persen sisanya dimiliki China Railway International Co Ltd.
Belum lama ini, PT Wijaya Karya Tbk meminta pemerintah memangkas porsi kepemilikan saham Indonesia di konsorsium KCIC. Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito menilai langkah itu dapat ditempuh untuk mengurangi beban membengkaknya biaya kereta cepat.
“Kami sedang melakukan negosiasi dengan pihak Cina agar porsi Indonesia ini bisa lebih kecil dari 60 persen. Dengan begitu, cost overrun yang terjadi sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap apa yang sudah kita setorkan,” tutur Agung.
Baca juga: Stasiun Padalarang Baru Menjadi Hub Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dibangun Dua Tahap
Saat dimintai konfirmasi, Corporate Secretary PT Kereta Cepat Indonesia-China Mirza Soraya membenarkan bahwa detail mengenai penambahan biaya tak terduga masih dalam proses pembahasan dan negosiasi di tingkat para pemegang saham. Menurut dia, konsultasi antara pemerintah Indonesia dan Cina terus dilakukan.