Kecelakaan maut yang terjadi di ruas jalan tol Cipali pada Senin (17/6/2019) kemarin tentunya membuat geger berbagai kalangan, pasalnya kejadian ini disebabkan oleh pertikaian yang terjadi antara pengemudi bus dan penumpang. Kecelakaan yang menimpa bus dari PO Safari dengan nomor polisi H 1469 CB ini terjadi ketika bus tengah mengarah ke arah Cirebon, tepatnya di KM150. Kecelakaan maut ini sendiri menewaskan 12 orang serta belasan lainnya mengalami luka-luka, serta sedikitnya menghancurkan tiga mobil.
Baca Juga: Rentetan Kecelakaan Maut Bus di Indonesia
Kepala Bidang (Humas) Polda Jawa Barat Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan bahwa penumpang yang bernama Amsor ini meninggalkan tempat duduknya dan berjalan mengarah ke arah pengemudi seraya memintanya secara paksa untuk berhenti.
“Dari keterangan, pelaku (Amsor) memaksa pengemudi untuk berhenti dengan cara mengambil alih secara paksa kemudi tersebut dan tejadi perdebatan dengan pengemudi. Bus hilang kendali ke kanan selanjutnya menyeberang dan terjadi kecelakaan,” ujar Trunoyudo, seperti yang dikutip KabarPenumpang.com dari laman kompas.com (17/6/2019).
Sementara itu, fakta baru pun terkuak terkait kecelakaan nahas ini, dimana Kapolres Majalengka, AKBP Mariyono mengatakan bahwa Amsor diindikasikan mengalami gangguan jiwa.
“Yang bersangkutan mengalami indikasi memiliki gangguan kejiwaan mengarah kepada gangguan kejiwaan neorotik, psikotik, dan paranoid sehingga perlu dilakukan tindak lanjut oleh saksi ahli,” ujar Mariyono, dikutip dari laman sumber berbeda.
Sekat Pembatas: Antara Solusi atau Akar Masalah Baru?
Berkaca pada kecelakaan ini, muncul pertanyaan yang memiliki dua sisi bak sebuah koin. Perlukah sekat pemisah antara ruang kemudi dan kabin penumpang di bus?
Jika mengambil contoh pada kasus kecelakaan di tol Cipali KM150 ini, hadirnya sekat pembatas memang dapat mencegah kejadian seperti ini terulang kembali di masa yang akan datang. Selain itu, fungsi lain dari sekat ini adalah bisa menjadi penghalang asap rokok masuk ke dalam kabin penumpang. Ya, tidak sedikit pengemudi bus di Indonesia yang masih saja merokok ketika bertugas dengan dalih, “agar tidak mengantuk,” dan lain sebagainya.
Namun di sisi lain, sekat pembatas ini juga tidak melulu memiliki fungsi yang positif, salah satunya adalah Anda harus terlebih dahulu mengetuk pintu ketika Anda hendak turun di titik tertentu (bukan di akhir perjalanan). Selain itu, dalam kondisi darurat, sekat pembatas ini dikhawatirkan juga bisa menjadi batu hambatan ketika proses evakuasi korban.
Kemenhub Akan Kaji Lebih Dalam
Menanggapi kecelakaan di tol Cipali ini dan beredarnya rumor tentang pemasangan sekat pembatas, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setyadi mengatakan bahwa pihaknya akan mengkaji lebih dalam terlebih dahulu soal ide pemasangan sekat pembatas antara kabin penumpang dan ruang kemudi di dalam bus ini.
“Bisa (kami gunakan diskresi soal kewajiban penggunaan skat lewat selebaran), atau himbauan (kepada pengusaha lewat selebaran dari Kemenhub),” ujar Budi, dikutip dari laman cnnindonesia.com (18/6/2019).
Baca Juga: Pelatihan Terhadap Pengemudi Bus Akan Meminimalisir Tingkat Kecelakaan
Menurut Budi hal tersebut harus melalui pembahasan lebih dahulu. Ia mengaku baru akan membicarakannya dengan pemangku kepentingan lain antaranya Korps Lalu Lintas Polri dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Sebagai informasi tambahan, tidak hanya penumpang saja yang akan merasakan efek dari pemasangan sekat pembatas ini, pun dengan pengemudi yang akan merasa lebih aman ketika menjalani tugasnya. Tentu saja, pemberitaan tentang kecelakaan di tol Cipali KM150 ini akan dengan cepat menyebar di kalangan pengemudi bus – dan bukan tidak mungkin apabila mereka akan menjadi sedikit ‘parno’ dalam bertugas.