Ironis, itulah kata yang mungkin tepat untuk menggambarkan proyek jet regional Mistubishi SpaceJet. Betapa tidak, baru Maret 2020 diwartakan pesawat ini sukses terbang perdana, bahkan sempat dibanggakan lantaran bisa merampungkan first flight di masa pendemi Covid-19. Namun, rupanya karena pandemi pula proyek SpaceJet kini terpaksa di-grounded sejak akhir Oktober lalu.
Baca juga: Di Tengah Wabah Virus Corona, Mitsubishi SpaceJet Sukses Terbang Perdana
Dikutip dari Japantimes.co.jp (13/11/2020), disebutkan Mitsubishi Heavy Industries (MHI), induk dari manufaktur pesawat Mitsubishi Aircraft Cor telah mengumumkan untuk membekukan proyek SpaceJet. Pangkal musbab yang mengemuka adalah penuruan perjalanan udara yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Dengan pembeluan proyek tersebut, anggaran untuk SpaceJet akan dipotong menjadi 20 miliar yen untuk tiga tahun mulai April 2021 – sekitar satu per dua puluh dari 370 miliar yen yang dialokasikan untuk proyek dari tahun fiskal 2018 hingga tahun fiskal 2020, yang berakhir pada Maret tahun depan. “Kami menyampaikan permintaan maaf yang mendalam (kepada klien) bahwa pengembangan SpaceJet telah tertunda,” ujar Presiden MHI Seiji Izumisawa dalam konferensi pers online.
SpaceJet telah diluncurkan pada 2008 sebagai proyek Mitsubishi Regional Jet (MRJ). Pengiriman pertamanya, yang semula direncanakan pada 2013, telah tertunda enam kali. Sejauh ini, proyek tersebut telah menerima pendanaan sekitar 1 triliun yen, termasuk uang dari kas negara.
Namun, dari kabar yang berkembang, ternyata keputusan untuk meng-grounded proyek SpaceJet tak meluku karena Covid-19. Masih dari sumber yang sama, dikatakan Mitsubishi Aircraft yang berbasis di Toyoyama, Prefektur Aichi, melakukan sejumlah kesalahan perhitungan yang menyebabkan efek bola salju dalam proses produksi. Isu yang mengemuka adalah bahwa perusahaan tersebut “terlalu yakin” bahwa mereka akan mampu membuat semua komponen pesawat sendiri.
Saat perusahaan mengumumkan penundaan pengiriman pertama pada tahun 2010, seorang eksekutif Boeing telah menyarankan agar Mitsubishi Aircraft menggunakan kokpit dari Boeing 737, yang digunakan untuk jet penumpang yang lebih kecil, untuk jet penumpang regionalnya. Tetapi eksekutif Mitsubishi Aircraft menolak tawaran tersebut, bertahan dengan ide untuk memproduksi seluruh pesawat sendiri. Dengan berbagai instrumen dan perangkat komunikasi yang dipasang di kokpit, membuat SpaceJet tampil eksklusif, yang pada akhirnya menyulitkan pengujian dan intergrasi semua perangkat.
Mengadopsi teknologi kokpit dari pabrikan pesawat besar yang sudah digunakan di seluruh dunia akan menghemat banyak waktu dan uang. Ini akan mengurangi jam pelatihan untuk pilot dan kru pemeliharaan, dan memungkinkan mereka untuk lebih cepat terbiasa dengan fungsi kendali pesawat.
Baca juga: Belum Tuntas Soal Regulasi, Boeing Kembali Temukan Masalah di 737 MAX
Kemudian masih ada masalah pada sistem kabel listrik, dimana semuanya terkonsentrasi di satu bagian pesawat. Setelah otoritas AS menunjukkan masalah tersebut ke Kementerian Tanah, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang, Kementerian tersebut menginstruksikan Mitsubishi Aircraft untuk membagi sistem kabel, dan alhasil pabrikan terpaksa mengerjakan ulang lebih dari 23.000 komponen kabel. Pengkabelan pada seluruh sistem pesawat, seperti merevisi pembuluh darah atau sama saja dengan membuat pesawat dari awal.