Bandara Radin Inten II belakangan banyak disebut masyarakat. Penyebabnya, tak lain dan tak bukan akibat insiden tergelincirnya pesawat Boeing 737-900ER Lion Air PK-LGP pada Minggu, (20/12). Pesawat dengan nomor penerbangan JT-173 tujuan Batam-Tanjungkarang, Lampung, ini diduga tergelincir akibat cuaca buruk.
Baca juga: Ada Convair 990 Garuda Indonesia (Juga) dalam Komik Tintin
Akan tetapi, terlepas dari itu, sebetulnya di masa lalu bandara tersebut pernah dikenal luas sekalipun tanpa adanya insiden.
Dilansir dari berbagai sumber, Bandara Radin Inten II Lampung dahulu diketahui bernama Pelabuhan Udara Branti, sebuah pelabuhan udara peninggalan Jepang yang dibangun pada tahun 1943. Pelabihan udara ini dijadikan Jepang sebagai salah satu hub utama di Sumatera. Usai diserahkan ke Angkatan Udara atau AURI, bandara ini mulai melayani penerbangan komersial.
Di antara sekian banyak penerbangan ke dan dari bandara tersebut, Garuda Indonesian Airways mungkin jadi salah satu yang spesial. Pada tahun 1956, Garuda Indonesian Airways merintis rute baru Jakarta – Tanjung Karang PP.
Saat itu, maskapai nasional Indonesia itu menggunakan pesawat jenis Beechcraft Baron -bisa dibilang salah satu pesawat Garuda yang paling sedikit dokumentasinya- dan melayani tiga kali dalam sepekan, sebelum akhirnya digantikan pesawat Douglas DC-3 Dakota dengan runway sepanjang sekitar 900 meter.
Seiring perkembangan zaman, pelabuhan udara Branti mulai berbenah. Pada tahun 1975, pemerintah menambah panjang landasan pacu bandara menjadi sekitar 1.850 meter. Hal itu dimaksudkan agar pesawat lain yang lebih besar bisa mendarat, seperti Fokker F-28.
Pada 1 September 1985, pemerintah mengganti istilah Pelabuhan Udara Branti menjadi Bandara Branti, diikuti penerbangan Jakarta – Tanjung Karang PP oleh Merpati Airlines menggunakan CN-235; menggantikan Garuda Indonesia Airways, pada 11 Agustus 1989.
Bandara Branti terus berbenah diri. Berturut-turut pada 2004, 2007, dan 2009, pasca pengukuhan nama Bandara Branti menjadi Bandara Radin Inten II pada tahun 1995, runway bandara tersebut terus diperluas dan diperpanjang sampai 2.500 m x 45 m.
Pembangunan terus dilakukan dan mencapai puncaknya pada 2016, dimana pemerintah melakukan renovasi besar-besaran, mulai dari perluasan apron berukuran 565 x 110 meter untuk 12 parking stand pesawat, penambahan taxiway, dan perluasan runway menjadi 3.000 x 45 meter, agar bisa didarati pesawat widebody.
Seolah belum cukup, Bandara Radin Inten II terus dilakukan perbaikan dengan terminal baru sampai pada akhirnya menyandang status bandara internasional pada 2018, meskipun baru diresmikan pada awal 2019. Peningkatan status sebagai bandara internasional ditempuh tak lain untuk memungkinkan bandara melayani penerbangan umroh haji.
Baca juga: Tidak Sediakan Runway Visitor Park, Otoritas Bandara di Indonesia Belum Ramah Wisata Dirgantara
Setelah bertahun-tahun beroperasi di bawah Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, Bandara Radin Inten II akhirnya resmi berada di bawah PT Angkasa Pura II (Persero) pada 12 Oktober 2019. Setiap tahunnya, bandara ini melayani setidaknya 2 jutaan penumpang dan belasan ribu pergerakan pesawat.
Seiring pertumbuhan industri penerbangan, bandara yang terletak di Desa Branti Raya, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, barat laut Kota Bandar Lampung tersebut saat ini sedang menatap terminal 2 yang prosesnya masih terus dilakukan.