Taman Nasional Komodo (TNK) menjadi satu dari sepuluh “Bali Baru” yang juga diminati para pelancong. Hal ini membuat pemerintah mengembangkan transportasi untuk bertemu langsung dengan Komodo era Cretaceous atau dikenal dengan komodo yang merupakan binatang asli Indonesia.
Baca juga: Kelola Bandara-bandara Potensial di Dalam dan Luar Negeri, Angkasa Pura I Gandeng Incheon
Salah satu pintu gerbang menuju TNK ini adalah Bandara Komodo di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk mengembangkannya, Kementerian Perhubungan melakukan lelang pengoperasian bandara dan ada lima yang ikut dalam tahap pertama ini.
Kepala Seksi Kerja Sama dan Pengembangan Pengusahaan Bandara Kementerian Perhubungan, Arif Mustofa mengatakan, lima konsorsium yang mengikuti tender adalah Changi Aiports International Pte Ltd, Changi Airport MENA Pte Ltd dan perusahaan Indonesia PT Cardig Aero Service; Astra dengan perusahaan Perancis; PT Angkasa Pura II dengan perusahaan Malaysia Muhiba; Indika Group dengan perusahaan Perancis; serta PT Angkasa Pura I dengan perusahaan India GVK. Namun yang lolos hanya satu yakni Changi-Cardig.
“Cardig itu lokal, dia perusahaan lokal. Konsorsium awalnya ada lima, yang lolos tinggal satu. Setelah itu tahap dua selesai baru kita award. Tahap kedua dari proses penawaran akan melibatkan ‘dialog optimisasi.’ Kami berharap pada akhir tahun ini kami dapat mengumumkan pemenang definitif,” kata Arif.
KabarPenumpang.com merangkum dari berbagai laman sumber, setelah pengumuman, kementerian akan memberikan konsorsium sekitar sembilan hingga 12 bulan untuk mendapatkan dana proyek dan mulai mengembangkan bandara.
“Konsorsium ini hebat-hebat, karena sudah mengoperasikan bandara-bandara di dunia. KPBU ini sudah tidak bisa dibendung, sudah terlalu terlambat di negara lain sudah pakai public-private partnership ini,” ujarnya.
Dia mengatakan, untuk memastikan kredibilitas konsorsium, Kemenhub melakukan survei ke bandara-bandara yang dioperasikan oleh perusahaan tersebut. Adapun survei dilakukan di Siprus, Rio de Janeiro-Brasil dan Siem Reap-Kamboja.
Alasan dibukanya lelang pada perusahaan asing, dikarenakan pemerintah mencari mitra yang berpengalaman dalam mengoperasikan bandara di pasar internasional. Arif mengatakan ada market-market yang belum dikelola sehingga untuk mengelola market internasional tidak hanya bisa bangun bandara.
“Kita punya BUMN jago-jago tapi untuk airport operator yang punya link internasional untuk membangun jaringan-jaringan wisata internasional yang lebih penting,” jelasnya.
Arif mengatakan pemerintah akan menawarkan skema kemitraan publik-swasta untuk proyek tersebut, di mana konsorsium yang menang akan diberikan konsesi 25 tahun untuk mengembangkan dan mengelola bandara.
Baca juga: Mulai 27 September 2019, Garuda Indonesia Buka Rute Manada-Davao
“Pemerintah akan memungut biaya konsesi setiap tahun. Tetapi manfaat utama dari skema ini adalah uang yang dihemat dari anggaran negara karena kita tidak lagi harus membayar biaya operasional dan belanja modal selama jangka waktu skema,” kata Arief.