Kesepakatan Hijau Eropa (European Green Deal) serta kebijakan serupa di tempat lainnya, perlahan tapi pasti berhasil menggiring industri penerbangan menerapkan energi berkelanjutan guna menekan emisi gas rumah kaca.
Baca juga: Peduli Lingkungan dan Manfaatkan Energi Terbarukan, Bandara Oslo Jadi Yang “Terhijau” di Dunia
Pabrikan pesawat, Airbus dan Boeing, didukung oleh para ahli, sudah berupaya mencari bahan bakar alternatif. Akhir Februari 2020 lalu, lima alternatif pengganti bahan bakar fosil pesawat di masa depan telah dipublikasikan. Lima itu, mulai dari listrik, tembakau, sampah, dan gula, nuklir, black bag waste, serta limbah kayu; ditambah hidrogen, yang belum lama ini juga diproyeksikan sebagai alternatif energi hijau.
Tak hanya pesawat, upaya menekan emisi karbon atau emisi gas rumah kaca juga dilakukan oleh bandara-bandara di dunia. Pada 2009 lalu, Airports Council International (ACI) Eropa mengusulkan dibentuknya skema Akreditasi Karbon Bandara (ACA). Tahun 2011, ACA diadopsi oleh bandara-bandara di Asia-Pasifik. Tiga tahun berselang, Amerika Utara dan Afrika menyusul dan mengukuhkan ACA sebagai gerakan global. Saat ini, sekitar 312 bandara terlibat dalam Akreditasi Karbon Bandara.
Di tahun pertama ACA diimplementasikan, penurunan emisi CO2 bisa dibilang sukses. Data menunjukkan, antara Juli 2009 dan Juni 2010, ACA berhasil membebaskan atmosfer dari CO2 sebanyak 56.633 ton, setara dengan jumlah CO2 yang diserap dari sekitar 399 hektar hutan.
Di periode antara Juli 2018 dan Juni 2019 hasilnya lebih menakjubkan lagi. Gerakan ACA berhasil membebaskan sebanyak 322.297 ton CO2 atau setara dengan emisi yang dibutuhkan untuk memberi daya 767 juta jam streaming video HD.
Dikutip dari Simple Flying, capaian di atas tentu tidak mudah. Bandara di seluruh dunia setidaknya harus melewati empat tahapan, mulai dari pemetaan, mengurangi emisi CO2, mengoptimalkan pengurangan emisi CO2, hingga mencapai netralitas karbon atau bebas emisi CO2 di bandara.
Di tahapan pertama atau pemetaan, bandara yang terlibat memang belum berkontribusi menekan emisi CO2. Sebab, mereka hanya diminta untuk mengumpulkan data-data emisi CO2 yang dihasilkan dari bandara. Saat ini, sekitar 98 bandara di seluruh dunia sedang bergelut di tahapan ini. Di antaranya, Bandara Jorge Newbury Airfield di Buenos Aires, Argentina, Bandara Internasional Edmonton di Alberta, Kanada, dan Bandara Internasional Murtala Muhammed di Lagos, Nigeria.
Tahapan kedua atau mengurangi emisi CO2, sebanyak 95 bandara di seluruh dunia tercatat ikut berpatisipasi. Setelah mengumpulkan data-data emisi CO2 yang dihasilkan, peserta diharuskan mengambil langkah konkret untuk mengurangi emisi CO2, seperti membentuk komite perubahan iklim, menyusun strategi komunikasi, dan mengintegrasikan skema pengurangan CO2 ke semua lini bisnis di bandara.
Masuk ke tahapan ketiga atau mengoptimalkan pengurangan emisi CO2, hanya 57 bandara yang terlibat. Di antaranya, Bandara Internasional Abu Dhabi di UEA, Bandara Paris Charles de Gaulle, Bandara London Heathrow, dan Bandara Internasional Los Angeles. Di tahapan ini, seluruh peserta ACA diwajibkan untuk memperluas cakupan langkah konkret mengurangi emisi karbon, seperti mengajak pihak ketiga di bandara hingga petugas ground handling.
Baca juga: Empat Bandara di Belanda Bersiap Manfaatkan Energi Angin
Tahapan terakhir atau mencapai netralitas karbon, sebanyak 62 bandara berhasil mencapai posisi ini, dimana mereka konsisten untuk melaksanakan komitmen menurunkan dan mengoptimalkan penurunan emisi CO2 di bandara. Pada Mei 2017, Gatwick menjadi bandara netral karbon pertama di London dan bandara netral karbon tersibuk kedua di Eropa setelah Bandara Oslo, Norwegia.
Menurut sustainability report tahun 2019, bandara Gatwick terpantau menggunakan kembali atau mendaur ulang 71 persen limbah, dan 47 persen penumpang menggunakan transportasi umum ke dan dari bandara.