Bandara apung Kobe akhirnya resmi dibuka pada tahun 2006 di atas lahan reklamasi sejak dicanangkan pada tahun 1970-an. Meski idenya melampaui jauh dari zamannya, tetapi, tetap saja, bandara apung Kobe sempat mendapat pertentangan keras dari masyarakat. Namun, faktor alam dan politik pada akhirnya mendorong dibangunnya bandara tersebut.
Baca juga: Di Antara Kegunaan Bandara Terapung: Alternatif Tempat Pemasangan Sistem Anti-Rudal
Dilansir Simple Flying, Pemerintah Kota Kobe pertama kali mengusulkan rencana pembangunan bandara baru pada tahun 1971.
Sejak awal, bandara ini direncanakan dibangun sebagai bandara apung di atas tanah reklamasi di dekat Port Island, selatan Prefektur Kyoto atau sebalah barat daya Prefektur Osaka, Jepang. Bandara apung Kobe didesain memiliki enam runway dengan yang terpanjang sejauh 3.000 m lebih.
Bandara apung Kobe diharapkan sebagai alternatif di tengah padatnya traffic penerbangan di Bandara Internasional Osaka (Itami). Sudah begitu, bandara tersebut juga sulit untuk melakukan perluasan mengingat posisinya berada di tengah kota dan dikelilingi gedung-gedung tinggi.
Sejak awal rencana pembangunan Bandara apung Kobe dirilis, Walikota Kobe, Tatsuo Miyazaki, aktif melakukan penolakan. Ia mendapat dukungan penuh dari mayoritas warga Kobe. Pada tahun 1973, ia kembali terpilih sebagai walikota dan proposal pembangunan Bandara apung Kobe kembali tersendat karenanya.
Pada tahun 1982, Bandara Internasional Kansai akhirnya dipilih menjadi alternatif tingginya traffic Bandara Internasional Osaka (Itami), menggantikan Bandara apung Kobe. Bandara Internasional Kansai berada di seberang atau selatan Bandara apung Kobe dan juga didesain sebagai bandara apung di atas tanah reklamasi.
Tetapi, perubahan politik dan preferensi masyarakat pada akhirnya mendorong terlaksananya pembangunan Bandara apung Kobe, meskipun dengan skala yang lebih kecil, meliputi penerbangan regional saja.
Pada akhir tahun 1980-an dan 1990-an, Kazutoshi Sasayama, terpilih menjadi walikota Kobe. Ia adalah salah satu pendukung dibangunnya bandara. Ia terus terpilih diperiode selanjutnya pada tahun 1997. Selain itu, terjadinya gempa bumi di Hanshin pada tahun 1995 juga menyadarkan masyarakat akan pentingnya keberadaan bandara di Kobe.
Baca juga: Empat Keunggulan Bandara Terapung, Nomor Tiga Sangat Menggiurkan
Di penghujung abad atau pada tahun 1999, pemerintah, pebisnis, walikota, dan masyarakat akhirnya kompak mendukung Bandara apung Kobe dibangun. Ini dibuktikan dengan dimulainya konstruksi. Ketika itu, The Japan Times melaporkan awalnya 70 sampai 80 persen masyarakat menolak. Namun akhirnya keadaan berbalik di akhir tahun.
“Musim gugur yang lalu (awal tahun), 350.000 orang, termasuk 310.000 pemilih terdaftar kota Kobe, atau sepertiga dari total, menandatangani petisi yang meminta plebisit tentang masalah ini. Jajak pendapat media menunjukkan antara 70 persen dan 80 persen penduduk Kobe menentang proyek tersebut. Tapi pada bulan Desember, majelis kota, yang mendukung bandara dengan hampir dua pertiga mayoritas, menolak petisi tersebut,” tulisnya.