Bagi masyarakat awam, kata bajingan merupakan sebuah umpatan yang dapat dengan mudah menyulut amarah seseorang. Kata ini kerap kali muncul disela-sela pertikaian antara dua belah pihak yang saling bersitegang. Tapi tunggu dulu, kali ini kita tidak akan membahas tentang kata bajingan dalam ruang lingkup bahasa kasar (konotasi negatif), melainkan etimologi dari kata ini.
Baca Juga: Ternyata, Delman Diciptakan Oleh Ahli Irigasi Asal Belanda
Sebagaimana yang dilansir KabarPenumpang.com dari laman Wikipedia, kata bajingan ini terdiri dari kata dasar bajing yang diimbuhkan sufiks –an. Di kasus ini, tentu bajing yang menjadi kata dasar bukanlah binatang sejenis tupai, melainkan gerobak atau pedati yang ditarik oleh seekor lembu, kerbau, atau sapi.
Pada jaman dulu, masyarakat di daerah yang mayoritas mata pencaharianya bercocok tanam kerap kali menggunakan jasa bajing ini untuk mengangkut hasil bumi yang mereka panen. Khususnya di Pulau Jawa, seseorang yang menjadi pengendali gerobak sapi dinamakan bajingan.
Di sini, makna denotatif bajingan dikelompokkan menjadi dua, yaitu versi pertama menyebutkan bahwa bajingan merupakan orang yang mengendalikan jalannya si sapi, sedangkan versi yang lain menyebutkan bahwa bajingan merupakan pengawal yang disewa oleh Saudagar pemilik gerobak sapi untuk mengamankan muatannya dari bahaya perampokan. Namun, versi pertamalah yang pada umumnya digunakan.
Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan jaman, bajing beserta bajingannya seperti hilang ditelan peradaban. Para petani lebih memilih untuk menggunakan sepeda motor yang mereka modifikasi untuk mengangkut hasil bumi yang mereka panen. Alasannya sudah jelas, yaitu efisiensi waktu. Sudah jarang sekali warga di sekitaran Kebumen hingga Banyumas (lokasi lahir dan berkembangnya bajing) yang menggunakan jasa bajing.
Seolah menaikkan harkat dan derajat bajing, kini moda transportasi tradisional asli Indonesia ini lebih sering digunakan untuk mengambil bagian dalam sebuah festival atau tour wisata. Hampir setiap tahun, daerah-daerah seperti Yogyakarta, Jawa Tengah, serta Banyuasin, Sumatera Selatan mengadakan Parade dan Festival bajingan, lengkap dengan gerobak sapinya.
Baca Juga: Lori, Si Kereta Tebu Yang Kini Sudah Beralih Fungsi
Ada cerita unik dibalik pergeseran makna yang terjadi di balik kata bajingan ini. Suatu waktu, seorang juragan bajing tengah menantikan anak buahnya kembali setelah membawa hasil bumi yang ia panen. Karena si sapi berjalan sangat lambat, si juragan pun mulai kesal menunggu. Tidak jarang juga si pengawal gerobak sapi berbuat curang dengan cara menguntit sebagian hasil panen tersebut. Walhasil, sang juragan yang sudah tak kuasa menahan amarahnya mengumpat, “Dasar Bajingan!”
Unik, ya!