Tak sedikit pesawat yang diharuskan mendarat tak lama setelah lepas landas akibat berbagai alasan, seperti kerusakan mesin, adanya penumpang sakit, berbuat onar, dan sebagainya. Sayangnya, prosedur pendaratan mengharuskan pesawat mencapai berat tertentu. Karenanya, pilot mesti menurunkan berat total pesawat. Bagaimana caranya?
Baca juga: Mengapa Pesawat Buang Bahan Bakar Saat di Udara? Simak Penjelasannya
Sebelum menjalankan penerbangan komersial, pesawat diketahui melewati serangkaian pemeriksaan oleh tim mekanik, mulai dari mesin, flight control, flight instrument, landing gear system, interior, eksterior, alat-alat keselamatan dan keamanan penerbangan, dan banyak lagi.
Sampai beberapa menit sebelum lepas landas pun, tim mekanik, awak kabin, dan pihak-pihak terkait akan melaporkan berbagai kondisi yang ada, baik buruknya itu. Pilot kemudian memutuskan untuk melanjutkan penerbangan atau tidak. Andai pilot memutuskan terbang, itu berarti bisa dipastikan seluruhnya dalam kondisi aman dan laik terbang.
Namun, siapa nyana, tak lama setelah lepas landas, insiden pun terjadi. Banyak hal, seperti penumpang mendadak sakit dan membutuhkan pertolongan medis di darat, roda pendaratan tak bisa melipat dan masuk ke dalam lambung pesawat, kerusakan teknis pada sistem di kokpit, mesin, dan lain sebagainya.
Dalam kondisi ini, pesawat mau tak mau harus return to base (RTB) dan mendarat dengan mengikuti prosedur yang ada. Salah satunya mengikuti standar berat tertentu.
Bila pesawat kelebihan beban, maka pilot harus mengurangi atau menurunkan beban tersebut (berat total pesawat) untuk menghindari kerusakan pada landing gear system atau pada pesawat secara keseluruhan, termasuk pada aspal runway yang memiliki berat maksimum pesawat yang bisa mendarat di atasnya.
Selain menanggung beratnya sendiri, pesawat juga menanggung beban dari beberapa lainnya, seperti penumpang, kargo, mail, dan Avtur atau bahan bakar pesawat. Ini disebut berat total pesawat.
Dalam kondisi pesawat harus segera mendarat tak lama setelah lepas landas, praktis, pilot harus memilih mana yang harus dibuang untuk menurunkan total berat pesawat. Dari pilihan penumpang, kargo, mail, dan Avtur, pilot umumnya lebih memilih membuat Avtur. Bagaimana caranya?
Dilansir Quora, caranya cukup mudah. Pilot atau kopilot hanya perlu menekan beberapa tombol yang ada pada button ‘fuel jettison’. Di sana terdapat beberapa tombol lainnya dengan fungsi sama-sama membuang bahan bakar.
Prosedur membuangnya pun tak asal-asalan. Petunjuk teknis dari Regulator Penerbangan Sipil Amerika Serikat (FAA), pesawat tidak diizinkan membuang bahan bakar di bawah ketinggian 2.000 kaki, nyaris setara dengan lantai teratas (163 lantai) gedung tertinggi di dunia, Burj Khalifa di Dubai, Uni Emirat Arab, atau kurang lebih setinggi 610 meter.
Pasalnya, bila pesawat membuang bahan bakar di bawah itu, daratan akan dihujani bahan bakar pesawat setara ribuan liter. Tak terbayang berapa banyak rumah yang akan dibuat basah karenanya. Tak terbayang pula efek samping yang dialami masyarakat ketika terkena avtur sekalipun berupa kristal layaknya hujan rintik-rintik.
Namun, bila pesawat membuang bahan bakar di atas itu, bahan bakar akan menguap menjadi gas dan memuai di udara. Artinya, bahan bakar cair yang dibuang tak berbentuk utuh hingga menghujani daratan.
Baca juga: Berapa Minimum Bahan Bakar yang Dibawa Pesawat dalam Sekali Terbang?
Di samping tak diizinkan melakukan hal tersebut di bawah ketinggian 2.000 kaki, pesawat juga dilarang untuk membuang bahan bakar di area perkotaan ataupun di atas lautan atau area perairan lainnya.
Usai bahan bakar dibuang sesuai dengan prosedur yang berlaku, melalui nozel di ujung kedua sayap, dimana efeknya terkadang terlihat seperti condensation trail (contrail) saat pesawat melintasi langit, proses pendaratan jadi lebih aman.