Dua insinyur senior Boeing yang mengawasi desain 737 MAX mengaku tak tahu desain akhir yang dipilih untuk pesawat tersebut. Hal ini terungkap tatkala insinyur senior yang juga menjabat sebagai wakil presiden teknik pengembangan 737 MAX ini diberondong pertanyaan oleh penyelidik Komite DPR Amerika Serikat (AS) untuk Transportasi dan Infrastruktur, belum lama ini.
Baca juga: Setelah Jalani Total Terbang 10 Jam, Proses Sertifikasi Ulang Boeing 737 MAX Dihentikan
Dilaporkan Bloomberg, Keith Leverkuhn dan Michael Teal juga mengaku bahwa desain final yang saat ini beredar, termasuk Boeing 737 MAX Lion Air dan Ethiopian Airlines, merupakan keputusan dari karyawan dengan skill serta pengalaman minim. Pengakuan keduanya tentu mengingatkan pada mantan insinyur Boeing, Mark Rabin, yang menyebut Boeing merekrut insinyur outsourcing untuk mengembangkan software spesifik yang diminta perusahaan.
“Para pemimpin teknik yang berada jauh di bawah level saya yang membahas detail desain Boeing 737 MAX,” jelas Teal, terkait fitur Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) yang jadi penyebab kecelakaan.
Pernyataan Teal kemudian juga didukung Boeing, “Mengingat luasnya tanggung jawab mereka, Tn. Leverkuhn dan Tn. Teal tidak, dan tidak mungkin, terlibat dalam setiap keputusan desain dan perlu mengandalkan spesialis teknik untuk melakukan pekerjaan desain dan sertifikasi terperinci yang terkait dengan sistem individu.”
Pengakuan Keith Leverkuhn dan Michael Teal tentu berlawanan dengan pernyataan perusahaan pada pertengahan Mei tahun lalu. Kala itu, dua Insinyur Boeing disebutkan telah mengidentifikasi kesalahan dalam sistem peringatan pilot pesawat 737 MAX pada 2017, setahun sebelum kecelakaan Lion Air JT 610 terjadi.
“Pada 2017, dalam beberapa bulan setelah memulai pengiriman 737 MAX, para insinyur di Boeing mengidentifikasi bahwa tampilan (display) perangkat lunak sistem 737 MAX tidak memenuhi persyaratan untuk indikator AOA Disagree,” bunyi keterangan pers Boeing.
Menurut Boeing, peralatan yang seharusnya menjadi standar keselamatan, yang berfungsi memberitahu pilot tentang kondisi indikator angle of attack (AOA), sebenarnya tidak aktif di pesawat, kecuali indikator opsional tambahan ini dibeli oleh maskapai.
Baca juga: NTSB Rekomendasikan Latihan Khusus Pilot Sebelum Menerbangkan Boeing 737 MAX
Indikator AOA adalah alat yang berfungsi untuk mengukur sudut pesawat terhadap arah udara, untuk mencegah keadaan macet (stall). Celakanya, Lion Air dan Ethiopian Airlines tidak membeli fitur itu sehingga pesawat mereka tidak dilengkapi indikator keamanan. Kekeliruan informasi itulah yang pada akhirnya mendorong terjadinya kecelakaan akibat pesawat stall.
Selain insiden stall, penyidik DPR AS juga memfokuskan diri pada ditiadakannya pelatihan pilot Boeing 737 MAX. Keith Leverkuhn dan Michael Teal mengaku sama sekali tak terlibat dengan keputusan bahwa pilot Boeing 737 Next Generation (NG) tidak perlu sertifikasi ulang untuk menerbangkan 737 MAX. Pilot NG kala itu cukup dengan dibekali pengantar singkat tentang fitur baru MAX. Diharapkan, hasil wawancara dengan keduanya bisa segera dirilis.